REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--DPR dan pemerintah sepakat akan merevisi UU No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, karena sejumlah klausul dalam undang-udang tersebut dinilai sudah tidak relevan dengan keadaan saat ini . Ketua Komisi VI DPR, Airlangga Hartarto, mengatakan, salah satu klausul yang sudah tidak relevan lagi adalah soal kewajiban pasokan minyak dan gas bumi untuk kebutuhan domestik sebesar 25 persen.
''Sesuai keputusan Panitia Khusus Hak Angket Bahan Bakar Minyak, maka UU Migas akan direvisi oleh DPR pada periode ini,'' kata Airlangga di Jakarta, Jumat (18/6).
Airlangga menjelaskan, pada rapat Pansus Hak Angket BBM membahas kesesuaian antara pasokan dengan kebutuhan BBM domestik yang dinilai sudah tidak sesuai lagi. Menurut dia, revisi UU No 22 tahun 2001 akan lebih memperioritaskan pada keberpihakan kepada kepentingan nasional dan soal pengembalian biaya operasi migas atau cost recovery.
Revisi undang-undang tersebut, kata dia, juga menyangkut penguatan Badan Pengelola Hulu Migas (BP Migas) dan Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas), keterlibatan DPR dalam persetujuan kontrak kerja sama Migas, ketersediaan infrastruktur, serta penetapan harga. ''Intinya, DPR dan Pemerintah sepakat untuk memenuhi kebutuhan domestik terlebih dahulu,'' kata mantan ketua Komisi VII DPR pada periode sebelumnya ini.