Jumat 18 Jun 2010 05:09 WIB

BPK: Pemerintah Harus Transparan Soal Biaya Produksi Migas

Rep: rahmat santosa basarah/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) desak pemerintah agar transparan soal biaya produksi minyak dan gas (migas).

''Sampai saat ini, pemerintah melalui kementerian ESDM maupun melalui BP Migas, tidak pernah transparan soal biaya produkski migas kita. Padahal ini berimplikasi pada banyak hal. Sebelum, berbicara pencabutan subsidi, kami minta pemerintah transparan,'' tegas Ali Masykur Musa, Anggota BPK bidang migas dalam diskusi bertajuk 'Subsidi untuk Siapa? di Jakarta, Kamis (17/6).

''Transparansi ini diperlukan karena berimplikasi pada berapa kemampuan negara untuk memproduksi BBM nya. Juga berimplikasi berapa sebetulnya kemampuan pemerintah utnuk memberikan subsidi BBM pada masyarakat. Saat ini BBM yang disubsidi hanya 36,5 juta kiloliter. Padahal kebutuhan riil masyarakat bisa mencapai 41 juta kiloliter,'' tambah Ali Masykur Musa.

Ditambahkannya, transparansi biaya produksi migas ini juga diperlukan agar para investor migas yang akan masuk tidak maju mundur atau tidak ragu-ragu. ''Mereka para investor ragu untuk berinvestasi, karena mereka tidak tahu berapa sebetulnya biaya produksi migas ini,'' ungkap Ali Masykur yang juga Ketua DPP PKB.

Ali Masykur Musa menegaskan pihaknya setuju BBM untuk masyarakat disubsidi. ''Hanya saja subsidinya harus jelas, harus tepat pada sasaran. sehingga lebih tepat subsidi diberikan pada orangnya, bukan pada harga BBM nya,'' kata Ali Masykur. Dicontohkannya, subsidi BBM layak diberikan pada transportasi umum, nelayan serta pengojek motor.

Pada kesempatan yang sama, Dr. Pri Agung Rakhmanto, pengamat energi dari ITB menegaskan bahwa sampai saat ini pemerintah jika ditanya soal biaya produksi migas yang sesungguhnya, pasti mengelak. ''Padahal itu mudah sekali didapatkan, ini hanya soal kemauan politik pemerintah saja. Karena memang kebijakan migas tak lepas dari kebijakan politik baik politik dalam negeri maupun internasional,'' tegas Agung.

''Selama ini pemerintah hanya mengacu pada harga patokan pasar di Singapura saja atau MOPS (Mean of Platts Singapore). Padahal di sana tidak ada patokan untuk BBM yang beroktan 88 atau premium misalnya, juga tidak ada patokan untuk harga minyak tanah,'' ungkap Agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement