Rabu 26 Feb 2020 05:28 WIB

Sukuk Ritel SR012 Maih Good Deal, Namun Target Ketinggian?

Sukuk Ritel masih menjadi produk investasi syariah yang menarik saat ini.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Sukuk Ritel (ilustrasi)
Foto: Antara
Sukuk Ritel (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski imbal hasil terus menurun, Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dinilai masih menarik bagi investor. Sukur Ritel SR012 yang baru saja diluncurkan menawarkan imbal hasil 6,3 persen, lebih rendah dari seri SR011 tahun lalu sebesar 8,05 persen.

Obligasi ritel SBR009 yang diluncurkan Januari lalu punya kupon yang sama yakni 6,3 persen. Seri yang tidak bisa dijual kembali ini mencapai penjualan Rp 2,25 triliun.

Baca Juga

Analis fixed-income MNC Sekuritas, I Made Adi Saputra menyampaikan SR012 masih menarik untuk investor. Jika dibandingkan dengan suku bunga rata-rata deposito 12 bulan sebesar 5,6 persen, SR012 masih good deal.

"Setelah pajak sebesar 15 persen, dalam satu tahun SR12 masih menawarkan imbal hasil sebesar 5,35 persen, dan deposito yang dikenakan pajak sebesar 20 persen imbalan per tahunnya sebesar 4,48 persen," katanya pada Republika.co.id, Selasa (25/2).

Terlebih lagi, dengan adanya penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia ke level 4,75 persen, maka suku bunga deposito kedepannya akan kembali mengalami penurunan. Transmisi pada bunga deposito lebih cepat turunnya daripada bunga kredit.

Adi memperkirakan jumlah penawarannya akan mengalami penurunan dibandingkan dengan  penawaran SR11 yang mencapai Rp 21 triliun. Ini dikarenakan seiring dengan melandainya imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) dalam setahun terakhir.

Meski demikian, SBN ritel masih jadi instrumen yang prospektif untuk investasi. Seperti Sukuk Tabungan, Sukuk Ritel mau pun Saving Bond Ritel dan Obligasi Negara Ritel. Alternatif produk lainnya, kata Adi, bisa instrumen ETF berbasis obligasi yang diterbitkan oleh asset management atau pun Efek Beragun Aset - SP yang diterbitkan oleh PT Sarana Multigriya Finansial (Persero).

"Return yang bisa di perhitungkan dengan tingkat risiko yang lebih rendah," katanya.

Dihubungi terpisah, Manager Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Fikri C Permana menyampaikan SR012 masih prospektif bagi investor. "Jika dilihat dari yield, kayaknya masih akan prospektif," katanya kepada Republika.co.id, Selasa (25/2).

Terutama karena stance dovish pemegang kebijakan moneter global masih kuat. Apalagi setelah Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan minggu lalu dari lima persen menjadi 4,75 persen.

Namun demikian, Fikri menilai target sebesar Rp 7-8 triliun masih meragukan. Seri sukuk ritel sebelumnya yakni SR011 yang diluncurkan tahun lalu bisa mencapai Rp 21 triliun karena punya yield 8,05 persen.

"Saya fikir mungkin hambatan utamanya adalah yield," katanya.

Pasarnya adalah ritel dan domestik yang mayoritas sedang menahan dana. Instrumen investasi yang dinilai cocok pada kondisi ekonomi seperti saat ini beragam. Ia meyakini bahwa sebaiknya instrumen investasi disesuaikan dengan profil risiko dan risk appetite masing-masing individu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement