REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan ironi ketidakmampuan Indonesia mengoptimalkan sumber daya kelautan dan perikanan. Ia menyebut, situasi tersebut sudah berlangsung lama, bahkan sejak Indonesia merdeka pada 1945.
Trenggono mengatakan, Indonesia sejatinya memiliki sarana dan alat produksi yang kuat di sektor kelautan, termasuk kemampuan para nelayan yang dikenal tangguh mengarungi laut. “Nelayan-nelayan tradisional sangat paham lingkungan, cuaca, kapan harus menangkap, dan kapan harus berhenti. Sudah 80 tahun sektor ini tidak disentuh dengan baik,” ujar Trenggono dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia bertajuk Resiliensi Ekonomi Domestik sebagai Fondasi Menghadapi Gejolak Dunia di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Menurut Trenggono, baru pada era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, nelayan mendapatkan perhatian serius. Ia menilai, model bantuan alat yang bersifat sporadis dan tidak berkesinambungan tidak lagi relevan dengan kebutuhan sektor perikanan saat ini.
Sebagai gantinya, Trenggono memilih membentuk Kampung Nelayan Merah Putih yang mendapat respons positif dari Presiden Prabowo. Ia menyebut, Prabowo bahkan menargetkan pembangunan 1.000 kampung nelayan per tahun pada periode 2026–2029.
“Ini kebijakan yang riil setelah 80 tahun belum pernah disentuh. Sekarang dilakukan Presiden Prabowo Subianto. Seratus kampung nelayan lebih dulu untuk 2025,” ujar Trenggono.
Ia menegaskan, kehadiran Kampung Nelayan Merah Putih merupakan bentuk nyata keberpihakan pemerintah terhadap nelayan tradisional. Program ini diyakini dapat memberikan dampak ekonomi signifikan bagi masyarakat pesisir.
“Setiap satu titik yang kita bangun akan meningkatkan produktivitas hingga 100 persen. Pendapatan nelayan yang semula Rp3 juta sudah mulai meningkat,” kata Trenggono.