Rabu 08 Oct 2025 18:54 WIB
Liputan Khusus Hari Pangan Sedunia

(Part 1) Dari Laut ke Meja Makan, Menyelami Potensi Laut untuk Ketahanan Pangan

Laut menyimpan potensi besar yang menghidupi banyak keluarga.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Gita Amanda
Nelayan menjual ikan kepada konsumen di tempat pelelangan ikan di Pelabuhan Perikanan Lampulo, Banda Aceh.
Foto: EPA-EFE/HOTLI SIMANJUNTAK
Nelayan menjual ikan kepada konsumen di tempat pelelangan ikan di Pelabuhan Perikanan Lampulo, Banda Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, TARAKAN -- Malam di perairan Pulau Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara), menjadi saksi kesetiaan Rustan pada laut. Pria 53 tahun itu sudah empat dekade mengarungi ombak, mencari ikan demi istri dan anak-anak yang ia besarkan dari hasil tangkapannya.

“Kita biasa melaut malam, dua hari berangkat, dua hari di rumah. Ya, cuma itu keahlian kami turun-temurun. Kalau tidak melaut, mau makan apa keluarga di rumah,” ucap Rustan saat membuka percakapan dengan Republika pada Selasa (7/10/2025) lalu.

Baca Juga

Sejak lulus SMA, Rustan memilih laut sebagai jalan hidup. Pendapatannya sangat tidak menentu. Rata-rata ia membawa pulang uang Rp100 ribu–Rp200 ribu dari hasil tangkapan selama dua hari melaut, meski tak jarang pulang dengan tangan kosong.

Menjadi nelayan dan berada di pulau terluar merupakan tantangan bagi Rustan dan nelayan kecil lainnya. Keterbatasan infrastruktur hingga minimnya dukungan menjadi duka yang mengiringi perjalanan harinya.

Rustan menilai nelayan tidak pernah benar-benar dilibatkan dalam kebijakan ketahanan pangan nasional yang lebih berfokus pada sektor pangan darat. Ia membandingkan perlakuan pemerintah terhadap petani dengan nelayan.

“Kami ini merasa berjuang sendiri tanpa ada pemberdayaan dari pemerintah. Padahal kita ini bisa dibilang juga sebagai pahlawan protein, pahlawan pangan. Kita menghabiskan waktu mencari ikan, dijual di pasar, dan dinikmati di rumah, restoran, dan hotel bintang lima. Itu semua dari hasil nelayan,” ucap Rustan.

Rustan menilai Hari Pangan Sedunia dapat menjadi pengingat laut juga memiliki potensi besar untuk mendukung ketahanan pangan Indonesia. Ia berharap pemerintah tergerak membantu nelayan kecil dalam hal permodalan, peremajaan perahu, penyediaan alat tangkap untuk meningkatkan hasil tangkapan, hingga akses pasar.

photo
Rustan memilih laut sebagai jalan hidup. Ia menjadi nelayan di perairan Pulau Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara). - (Dok Pribadi)

Bagi Rustan, laut bukan sekadar tempat mencari nafkah, melainkan rumah tempat ia menua dan menaruh harap. Dari laut, Rustan mampu menghidupi istri dan sembilan anak.

“Kalau bicara soal ekonomi nelayan, kita sudah hafal. Kadang-kadang masak, kadang-kadang tidak masak. Ya, itulah kuasa Tuhan,” lanjut Rustan.

Di tengah keterbatasannya sebagai nelayan, Rustan menaruh perhatian penuh terhadap dunia pendidikan. Ia bersyukur kebijakan sekolah gratis membuat dua anak perempuannya meraih gelar sarjana. Sementara itu, semua anak laki-lakinya mengikuti jejaknya menjadi nelayan.

Rustan mendorong pemerintah menengok kondisi para nelayan muda yang kini berjuang mencari nafkah. Ia berharap adanya bantuan modal usaha bagi para nelayan agar tak terlalu bergantung pada hasil tangkapan laut.

“Selama ini pendapatan kita hanya dari hasil melaut. Kalau kondisi cuaca sedang tidak bagus, ya, kita sering pulang tanpa membawa apa pun. Semoga pemerintah dapat mendengar curhat dan membantu kami, para nelayan kecil yang jauh dari sana,” kata Rustan.

 
photo
Pedagang menyiram ikan agar tetap segar di lapaknya di Pasar Petak Sembilan kawasan Glodok, Jakarta. - (Republika/Thoudy Badai)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement