REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Paripurna ke-5 DPR RI yang diselenggarakan pada Selasa, 23 September 2026, resmi mengesahkan UU APBN 2026 sebagai UU APBN pertama yang dirancang di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dengan postur belanja negara sebesar Rp3.842,7 triliun, pendapatan Rp3.153,6 triliun, dan defisit 2,68% PDB, APBN ini menandai arah baru kebijakan fiskal Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.
Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Budisatrio Djiwandono, menegaskan bahwa pihaknya mendukung postur APBN 2026 yang berorientasi pada percepatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi melalui berbagai program-program prioritas yang bermanfaat langsung untuk masyarakat.
“Postur APBN 2026 memang disusun secara ekspansif, namun tetap dalam koridor disiplin fiskal yang menjaga defisit di bawah 3% sesuai dengan amanat UU. Kami mendukung pemerintah yang ingin menjadikan APBN 2026 sebagai katalisator untuk mendorong mesin pertumbuhan sektor swasta, sekaligus menyasar langsung perekonomian rakyat melalui program-program strategis nasional,” ujar Budisatrio.
Menurut Budisatrio, APBN 2026 dirancang untuk mendukung delapan agenda prioritas, mulai dari ketahanan pangan, energi, pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan desa dan koperasi. Agenda-agenda tersebut akan berdampak langsung pada peningkatan kualitas SDM, perbaikan gizi dan kesehatan masyarakat, serta memberikan multiplier effect bagi perekonomian daerah. Di saat yang sama, APBN juga diarahkan untuk menjadi jaring pengaman sosial yang dapat menjaga daya beli masyarakat, khususnya kelompok ekonomi rentan.
“Pada penerapannya nanti, APBN 2026 harus dikelola dan dikawal agar setiap rupiah dibelanjakan secara tepat sasaran, akuntabel, transparan, efisien, dan terserap optimal. Karena pada dasarnya program strategis nasional sudah dirancang untuk memberikan dampak nyata bagi masyarakat, namun manfaatnya hanya akan terasa apabila anggaran dibelanjakan dengan cepat, tepat, dan terkelola dengan baik,” jelas Budisatrio.
