REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri hasil tembakau di Indonesia selalu menjadi salah satu titik perdebatan kebijakan fiskal yang paling sensitif. Di satu sisi, pemerintah memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk menekan konsumsi rokok demi kesehatan masyarakat. Namun di sisi lain, ada jutaan pekerja, petani, dan pelaku usaha kecil yang menggantungkan hidup dari sektor ini.
Dalam konteks itu, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) melalui Ketua BPP Bidang Sinergitas Danantara dan BUMN, Anthony Leong, mengingatkan pentingnya menempatkan kebijakan cukai rokok secara proporsional. “Cukai yang kini mencapai 57 persen tidak bisa hanya dilihat sebagai instrumen fiskal semata, melainkan harus ditempatkan dalam kerangka keseimbangan antara kesehatan masyarakat, penerimaan negara, dan perlindungan tenaga kerja,” kata Anthony.
Anthony menekankan, setiap kebijakan fiskal, betapapun mulianya tujuan, harus disertai kalkulasi dampak sosial-ekonomi yang nyata. “Jika harga rokok legal melonjak terlalu tinggi akibat kenaikan cukai yang drastis, konsumen berisiko besar beralih ke produk ilegal. Ironisnya, niat menekan prevalensi merokok justru gagal tercapai,” ujarnya.
Kondisi ini kata Anthony, bukan hanya menggerus penerimaan negara, melainkan juga menghadirkan ancaman kesehatan yang lebih parah karena rokok ilegal tidak melalui standar pengawasan. Dampak paling nyata dari kebijakan yang tidak berimbang akan dirasakan oleh petani tembakau dan cengkeh.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan lahan tembakau di Indonesia mencapai lebih dari 230 ribu hektare dengan produksi ratusan ribu ton setiap tahun. “Petani tembakau tidak bisa dibiarkan menghadapi guncangan ini sendirian. Dibutuhkan program diversifikasi komoditas agar mereka memiliki sumber penghidupan alternatif,” kata Anthony menegaskan.
Hal yang sama berlaku bagi jutaan buruh di sektor hasil tembakau. Mereka membutuhkan kepastian peralihan kebijakan cukai tidak otomatis menghapus lapangan kerja yang selama ini menjadi sandaran keluarga. Karena itu, perlu dorongan agar Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) benar-benar digunakan sesuai tujuan memberdayakan petani, memberikan pelatihan ulang bagi buruh yang terdampak, serta membiayai diversifikasi ekonomi di daerah penghasil.
Kenaikan cukai sebaiknya dilakukan bertahap dengan peta jalan multiyears. “Kenaikan cukai sebaiknya dilakukan bertahap dengan peta jalan multiyears agar industri bisa beradaptasi, pekerja menyiapkan diri, dan pemerintah memperkuat pengawasan rokok ilegal,” ujar Anthony.