REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, mengatakan penguatan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh data inflasi Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari ekspektasi pasar.
“Rupiah pada perdagangan hari ini diperkirakan menguat di kisaran Rp16.400–Rp16.500, dipengaruhi oleh faktor global melemahnya dollar index sehubungan dengan data inflasi dari sisi produsen yang lebih rendah dari ekspektasi pasar,” ujarnya di Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Mengutip Xinhua, Producer Price Index (PPI) AS menurun 0,1 persen pada Agustus 2025, jauh di bawah perkiraan pasar yang memprediksi kenaikan 0,3 persen. Untuk PPI inti, juga turun 0,1 persen, padahal sebelumnya diperkirakan meningkat 0,3 persen.
Capaian tersebut dinilai meningkatkan ekspektasi penurunan suku bunga acuan The Fed. “Inflasi sisi produsen AS yang rendah mengindikasikan bahwa kebijakan tarif Trump tidak berdampak terhadap harga barang dan jasa di AS. Hal ini disebabkan tingkat kompetisi yang sangat ketat, sehingga produsen tidak berani menaikkan harga, mengurangi margin keuntungan, dan meningkatkan efisiensi dengan teknologi,” jelas Rully.
Ia menambahkan, dalam jangka menengah dan panjang, kurs rupiah akan kembali mengikuti fundamental, yang berarti berpotensi menguat lebih dari 10 persen. “Dengan dolar AS yang sudah melemah 10 persen sejak level terkuatnya karena isu tarif, seharusnya dalam jangka menengah-panjang rupiah setidaknya menguat lebih dari 10 persen kembali ke level Rp15 ribuan,” kata Rully.
Pada pembukaan perdagangan Kamis ini, rupiah menguat sebesar 19 poin atau 0,12 persen menjadi Rp16.451 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.470 per dolar AS.