REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Pemerintah India memangkas pajak atas ratusan barang untuk mendorong konsumsi sekaligus memitigasi potensi dampak dari tarif tinggi Amerika Serikat (AS).
Menteri Keuangan India, Nirmala Sitharaman, pada Rabu (3/9/2025) mengatakan lembaga Goods and Services Tax (GST) menyederhanakan tarif konsumsi menjadi dua tingkatan, yakni 5 persen dan 18 persen, dari struktur empat tingkatan sebelumnya. Adapun barang yang dikategorikan tidak sesuai standar (sin goods), seperti rokok, dikenai tarif khusus sebesar 40 persen.
Barang-barang yang akan turun harga antara lain bahan makanan, perlengkapan sekolah, dan asuransi. Sementara minuman keras impor serta mobil premium justru akan menjadi lebih mahal.
Pasar saham India menguat setelah pengumuman tersebut. Namun, para analis memperingatkan, pemangkasan pajak dapat menyebabkan kerugian pendapatan hingga 6 miliar dolar AS bagi pemerintah.
Tarif baru ini mulai berlaku pada 22 September, bertepatan dengan musim liburan di India. Penjualan barang elektronik seperti AC, TV, dan peralatan rumah tangga lain yang tengah melonjak diperkirakan semakin terdorong berkat penurunan harga.
Kebijakan ini menyusul pengurangan pajak penghasilan senilai 12 miliar dolar AS yang diumumkan dalam anggaran awal tahun ini, serta langkah bank sentral India memangkas biaya pinjaman.
Direktur Pelaksana Kotak Securities, Shripal Shah, menyebut pemotongan pajak akan mendorong konsumsi yang mencapai 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) India. “Hal ini akan secara langsung mendorong permintaan, membantu pedagang dan bisnis mencapai volume lebih tinggi, bahkan mungkin berdampak positif pada pendapatan kuartal berikutnya. Kebijakan ini juga berpotensi meredakan inflasi,” ujarnya.
Meski pemangkasan tarif GST diperkirakan akan mengangkat ekonomi, beberapa negara bagian yang bergantung pada penerimaan pajak tersebut khawatir akan kehilangan pendapatan. Namun, sejumlah ekonom menilai kerugian tersebut dapat tertutupi oleh lonjakan konsumsi yang mendorong pertumbuhan.
Kebijakan ini juga dipandang sebagai penyangga terhadap dampak tarif 50 persen yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump terhadap India. Trump sebelumnya mengenakan tarif 25 persen plus penalti 25 persen karena India membeli minyak mentah Rusia, dan mengancam akan menjatuhkan “sanksi” lebih lanjut bila India tidak menghentikan pembelian dari Moskow.
GST sendiri diperkenalkan delapan tahun lalu untuk menggantikan berbagai jenis pajak tidak langsung, sehingga mempermudah kepatuhan dan biaya berbisnis. Namun, aturan itu dikritik terlalu rumit karena banyak ambang batas dan pengecualian, sehingga revisi dianggap perlu.
Dalam pidato Hari Kemerdekaan pada 15 Agustus lalu, Perdana Menteri Narendra Modi menjanjikan “bonanza pajak besar-besaran” bagi masyarakat umum dan usaha kecil. Istilah "bonanza pajak" merujuk pada kejutan besar atau limpahan manfaat yang muncul dari reformasi pajak konsumsi yang dilakukan pemerintah India. Pemangkasan tarif GST ini dipandang sebagai bentuk realisasi janji tersebut.
Dalam unggahannya di X, Modi menegaskan reformasi GST akan menguntungkan petani, kelas menengah, perempuan, dan pemuda India, sekaligus mempermudah pedagang kecil dalam berusaha.