REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Mohammad Yadi Sofyan Noor, menilai keputusan pemerintah menyesuaikan harga eceran tertinggi (HET) beras medium sudah tepat. Ketentuan tersebut tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) Nomor 299 Tahun 2025.
Aturan itu diterbitkan karena HET beras di tingkat konsumen dinilai tidak lagi sesuai dengan perkembangan biaya produksi dan distribusi. Untuk menjaga stabilisasi pasokan serta harga beras, pemerintah memandang perlu dilakukan evaluasi terhadap HET.
“Berdasarkan hasil evaluasi, terdapat perubahan atas HET beras yang telah dibahas dalam rapat koordinasi terbatas tata kelola perberasan pada 13 Agustus 2025 serta rapat koordinasi Eselon I antarkementerian/lembaga pada 22 Agustus 2025. Maka HET beras perlu dilakukan penyesuaian,” demikian kutipan dari Surat Pemberitahuan Penyesuaian HET Beras yang ditandatangani Deputi Bidang Stabilisasi Pangan, I Gusti Ketut Astawa, dikutip beberapa waktu lalu.
Sofyan menilai, keputusan tersebut sudah sesuai karena di tingkat gabah kering panen (GKP) memang terjadi kenaikan harga. Sehingga wajar jika HET ikut naik. “Satu keputusan yang baik. Menurut saya memang sudah saatnya HET beras medium Rp 13.500, karena harga GKP Rp 6.500,” ujar Sofyan kepada Republika.co.id, Rabu (27/8/2025).
Berikut rincian HET terbaru beras medium berdasarkan wilayah:
- Wilayah 1: Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan Rp 13.500 (dari Rp 12.500).
- Wilayah 2: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, dan Kepulauan Bangka Belitung Rp 14.000 (dari Rp 13.100).
- Wilayah 3: Bali, Nusa Tenggara Barat Rp 13.500 (dari Rp 12.500).
- Wilayah 4: Nusa Tenggara Timur Rp 14.000 (dari Rp 13.100).
- Wilayah 5: Sulawesi Rp 13.500 (dari Rp 12.500).
- Wilayah 6: Kalimantan Rp 14.000 (dari Rp 13.100).
- Wilayah 7: Maluku Rp 15.500 (dari Rp 13.500).
- Wilayah 8: Papua Rp 15.500 (dari Rp 13.500).
“Ini langkah pendek yang harus diambil. Jika tidak ada penyesuaian, penggilingan padi tidak berani berproduksi. Sebab harga GKP terlalu tinggi, sehingga sulit menghasilkan beras dengan harga Rp 12.500,” kata Ketut di Jakarta.
Ia memastikan, setelah ini pemerintah akan kembali berdiskusi dengan seluruh pemangku kepentingan terkait. Dengan demikian, sesuai arahan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, pembahasan lebih lanjut mengenai kebijakan beras satu harga akan segera dilakukan.