REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, mengatakan pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi ketegangan antara Gedung Putih (White House) Amerika Serikat (AS) dengan Federal Reserve (The Fed).
“Tekanan terhadap rupiah dipicu dinamika politik dan moneter di AS, menyusul keputusan Presiden Donald Trump yang secara sepihak menyatakan pemecatan salah satu Gubernur The Fed, Lisa Cook,” ucap Josua di Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Cook disebut menolak mundur dan menegaskan Trump tidak berwenang memberhentikannya. Langkah ini meningkatkan ketegangan antara kedua belah pihak, sekaligus memicu kekhawatiran atas independensi bank sentral AS. Meski begitu, dampak langsung ke pasar dinilai masih terbatas karena berpotensi digugat di pengadilan.
Trump mengumumkan pemberhentian Cook dengan tuduhan penyalahgunaan fasilitas hipotek. Keputusan ini dinilai memicu kekhawatiran atas independensi The Fed dan kemampuan bank sentral AS dalam menetapkan kebijakan moneter tanpa intervensi politik.
“Investor menilai langkah tersebut dapat meningkatkan peluang pemangkasan suku bunga lebih cepat, sejalan dengan desakan Trump yang berulang kali meminta penurunan borrowing cost,” kata Josua.
Saat ini, lanjutnya, pasar memperhitungkan probabilitas 83 persen bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis points (bps) pada September 2025. “Hari ini, rupiah diperkirakan bergerak dalam kisaran Rp16.250–Rp16.375 per dolar AS,” ungkap dia.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Rabu di Jakarta melemah sebesar 24 poin atau 0,14 persen menjadi Rp16.323 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.299 per dolar AS.