REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bunga pinjaman daring (pindar) yang terlalu rendah bukan hanya membuat pemberi pinjaman (lender) merugi, tetapi juga mengancam kelangsungan platform. Akibatnya, masyarakat berisiko kehilangan akses pembiayaan dan kembali terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal.
Peneliti Ekonomi Digital CELIOS, Rani Septyarini, menegaskan perlunya keseimbangan insentif antara peminjam dan pemberi pinjaman. “Agar sistem ini berjalan optimal, diperlukan keseimbangan insentif antara kedua pihak. Suku bunga yang terjangkau dapat menarik peminjam karena menawarkan cicilan yang terukur, namun bunga juga harus proporsional untuk mencerminkan risiko kredit agar lender memperoleh imbal hasil yang layak,” ujarnya, Senin (11/8/2025).
Rani mengingatkan, bunga yang terlalu rendah dapat menurunkan likuiditas dan membatasi akses kredit masyarakat. “Jika bunga terlalu rendah, bukan hanya keuntungan lender yang tergerus, tetapi juga kelangsungan platform terancam. Pada akhirnya, hal ini berdampak pada penurunan likuiditas dan terbatasnya akses kredit bagi masyarakat,” kata dia. Kondisi ini, lanjutnya, membuka celah bagi praktik predatory lending seperti pinjol ilegal.
Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda, menyebut bunga yang proporsional penting untuk menjaga kepercayaan investor. Ia mencontohkan, tingkat pengembalian investasi di platform pindar bisa mencapai 15–20 persen per tahun. “Tingkat pengembalian investasi di platform pindar bisa mencapai 15–20 persen per tahun, jauh lebih menarik dibandingkan rata-rata suku bunga deposito. Tidak heran jika jumlah rekening lender terus meningkat dari tahun ke tahun,” jelasnya.
Namun, ia mengingatkan, risiko gagal bayar tetap besar sehingga regulasi dan transparansi menjadi faktor penting.
Peneliti Ekonomi CELIOS, Dyah Ayu, menambahkan perlunya penetapan bunga berbasis risiko yang adil. “Diharapkan adanya penetapan suku bunga berbasis risiko yang adil bagi lender dan borrower, serta memastikan kepastian dan transparansi suku bunga bagi platform melalui evaluasi berkala,” ucapnya.
Ia mendorong penguatan pengawasan terhadap pinjol ilegal, komunitas gagal bayar, dan praktik joki.
Dyah juga menekankan literasi keuangan sebagai benteng utama bagi masyarakat. “Peningkatan literasi keuangan menjadi kunci agar konsumen dapat membuat keputusan finansial yang lebih baik dan mengurangi risiko terjebak utang berlebihan,” kata dia.
Edukasi berkelanjutan tentang hak dan kewajiban peminjam dinilai akan mengurangi potensi penyalahgunaan layanan pinjaman daring.