REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menetapkan Riduan sebagai direktur utama menggantikan Darmawan Junaidi. Keputusan diambil dalam rapat yang digelar Senin (4/8/2025) pagi, dengan dukungan mayoritas pemegang saham.
Dari 80,93 miliar lembar pemegang saham yang hadir, sebanyak 70,88 persen setuju terhadap perubahan pucuk pimpinan. Riduan sebelumnya menjabat wakil direktur utama, sementara posisi barunya kini menunggu hasil uji kelayakan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk efektif berlaku.
Pemegang saham juga menunjuk Henry Panjaitan sebagai wakil direktur utama. Henry sebelumnya menjabat Direktur Penjaminan di PT Jamkrindo. Masuknya keduanya menandai perubahan formasi dalam waktu kurang dari lima bulan sejak RUPS terakhir.
Perubahan ini disebut sebagai bagian dari upaya memperkuat struktur organisasi dan mempercepat pengambilan keputusan strategis, di tengah dinamika industri keuangan yang makin cepat berubah.
"Perubahan ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang Bank Mandiri untuk memperkuat struktur organisasi, meningkatkan sinergi antarfungsi, serta mempercepat pengambilan keputusan strategis guna mendukung transformasi bisnis dan berkontribusi pada penguatan ekonomi berbasis kerakyatan,” kata Corporate Secretary Bank Mandiri, M. Ashidiq Iswara yang akrab dipanggil Ossy di Jakarta.
Di jajaran komisaris, Kuswiyoto tetap menjabat komisaris utama. Nama-nama baru juga masuk, termasuk Zainudin Amali sebagai wakil komisaris utama dan Zulkifli Zaini sebagai komisaris independen. Sementara itu, beberapa posisi direksi juga mengalami pergantian.
Selain Riduan dan Henry, direksi baru mencakup nama-nama seperti M. Rizaldi (Corporate Banking), Saptari (Consumer Banking), Novita Widya Anggraini (Finance & Strategy), dan Jan Winston Tambunan (Network & Retail Funding). Jabatan mereka juga efektif setelah lolos uji kelayakan OJK.
Perombakan ini berlangsung di tengah tren positif kinerja keuangan. Hingga kuartal I 2025, Bank Mandiri mencatat laba bersih konsolidasi Rp13,2 triliun, naik 3,9 persen secara tahunan. Return on Equity (ROE) tetap solid di angka 20,8 persen secara bank only.
Kredit konsolidasi juga tumbuh 16,5 persen yoy menjadi Rp1.672 triliun. Pertumbuhan ini ditopang pembiayaan ke sektor infrastruktur, energi, hilirisasi, serta makanan dan minuman, sektor yang dinilai prospektif dan resilien.
Kualitas pertumbuhan kredit pun terjaga. Rasio kredit bermasalah (NPL) turun ke level 1,01 persen. Cost of Credit (CoC) membaik dari 0,99 persen menjadi 0,71 persen.
“Dengan kepengurusan yang lebih kuat dan solid, kami optimistis dapat terus mengakselerasi kinerja dan memberikan kontribusi positif terhadap pemulihan dan pertumbuhan ekonomi nasional,” harap Ossy.