Rabu 18 Jun 2025 18:52 WIB

Hingga Pekan Kedua Juni 2025, BI Tebar Insentif Likuiditas Rp 372 Triliun

Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.
Foto: BI
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) memberikan insentif likuiditas makroprudensial kepada bank-bank yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas dengan total mencapai Rp 372 triliun hingga pekan kedua Juni 2025. Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memerinci bahwa dari total Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) tersebut, sebanyak Rp 164 triliun disalurkan kepada kelompok bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sementara itu, Rp 166,4 triliun disalurkan kepada Bank Umum Swasta Nasional (BUSN), Rp 36 triliun kepada Bank Pembangunan Daerah (BPD), dan Rp 5,6 triliun kepada Kantor Cabang Bank Asing (KCBA).

Baca Juga

“Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif, termasuk melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM),” kata Perry.

Ia mengatakan, peran kredit perbankan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi perlu terus ditingkatkan. Adapun kredit pada Mei 2025 tumbuh sebesar 8,43 persen year on year (yoy), lebih rendah dari 8,88 persen (yoy) pada April 2025.

Dari sisi penawaran, preferensi perbankan terhadap penanaman surat-surat berharga masih kuat di tengah standar penyaluran kredit (lending standard) yang mulai meningkat. Kondisi likuiditas perbankan masih memadai, meskipun pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) cenderung melambat dari 5,51 persen (yoy) pada awal Januari 2025 menjadi 4,29 persen (yoy) pada Mei 2025.

Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit terutama didorong oleh sektor jasa sosial, industri, dan lainnya. Sementara itu, kredit ke sektor perdagangan, pertanian, dan jasa dunia usaha perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pembiayaan ekonomi.

Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit investasi, kredit modal kerja, dan kredit konsumsi masing-masing tercatat sebesar 13,74 persen (yoy), 4,94 persen (yoy), dan 8,82 persen (yoy) pada Mei 2025.

Pembiayaan syariah tercatat tumbuh sebesar 9,19 persen (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,17 persen (yoy).

Dengan perkembangan kredit tersebut dan prospek perekonomian ke depan, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan pada 2025 berada di kisaran 8–11 persen.

“Ke depan, Bank Indonesia juga akan terus mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan yang didukung oleh perluasan sumber pendanaan, serta memperkuat sinergi dengan pemerintah, otoritas keuangan, kementerian/lembaga, perbankan, dan pelaku usaha,” kata Perry.

Ia juga mencatat bahwa ketahanan perbankan tetap kuat dalam mendukung stabilitas sistem keuangan. Kondisi likuiditas perbankan dinilai memadai, permodalan terjaga di level tinggi, dan risiko kredit tetap rendah.

Likuiditas perbankan yang tetap memadai tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 24,98 persen pada Mei 2025.

Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada April 2025 tetap tinggi di angka 25,41 persen sehingga masih mampu menyerap risiko.

Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) tercatat rendah, yakni 2,24 persen (bruto) dan 0,83 persen (neto) pada April 2025.

Menurut Perry, hasil stress test Bank Indonesia juga menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat, ditopang oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga.

“Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi global dan domestik yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan,” kata Perry.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement