REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rencana pembiayaan koperasi desa (kopdes) Merah Putih lewat pinjaman dari bank-bank Himbara menuai kritik. Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai skema tersebut rentan membebani fiskal desa dan mengganggu stabilitas keuangan nasional.
Dalam laporan studi bertajuk Koperasi “Desa Merah Putih: Pedoman Pelaksanaan, Perubahan, dan Alternatif Program”, Celios menyarankan agar pembiayaan kopdes dialihkan ke model blended finance, yakni skema campuran antara dana publik, swasta, dan komunitas.
“Blended finance menjadi skema pembiayaan yang ideal bagi koperasi karena mengombinasikan antara sumber daya internal dan eksternal secara seimbang, sehingga risiko ketergantungan pada sumber pendanaan tunggal dapat diminimalisir,” demikian isi laporan yang dikutip di Jakarta, Sabtu.
Celios mengkritik model pembiayaan saat ini, yang mana pemerintah menawarkan plafon pinjaman awal hingga Rp 3 miliar per unit koperasi dari bank Himbara, dengan tenor enam tahun. Menurut Celios, pendekatan ini tidak cukup berkelanjutan dan menimbulkan ketergantungan tinggi pada utang.
“Artinya selama masa pelunasan utang, kemampuan fiskal pemerintah desa akan berkurang karena sebagian dana desa dipotong untuk membayar cicilan kredit koperasi,” ujar Celios.
Pemotongan dana desa untuk membayar cicilan kredit, lanjut Celios, berpotensi mengurangi anggaran bagi program-program prioritas desa, seperti bantuan langsung tunai (BLT), operasional pemerintahan, penguatan lembaga masyarakat, serta pembangunan infrastruktur dasar.
Selain lebih berkelanjutan, blended finance juga membuka peluang lebih besar untuk peningkatan kapasitas kelembagaan koperasi. “Aksesibilitas pembiayaan juga harus minim diskriminasi dan tanpa prasyarat profitabilitas tinggi atau jaminan aset besar untuk memastikan partisipasi kolektif dan keadilan ekonomi,” tulis Celios.
Melalui keterlibatan investor swasta dan donor, model pembiayaan ini dinilai dapat memperluas akses modal, menurunkan risiko pembiayaan, serta memperkuat tata kelola koperasi melalui transfer pengetahuan.
Celios turut menyoroti kondisi tekanan pada bank-bank Himbara saat ini, yang menghadapi kenaikan rasio kredit bermasalah (NPL) di sektor produktif dan penurunan simpanan masyarakat. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan NPL naik dari 2,08 persen pada Desember 2024 menjadi 2,17 persen per Maret 2025, sementara loan at risk melonjak dari 9,28 persen menjadi 9,86 persen.
Menurut Celios, membebankan pembiayaan koperasi desa kepada lembaga perbankan yang tengah menghadapi tekanan ini justru bisa menimbulkan distorsi baru dalam sistem keuangan nasional.