Kamis 05 Jun 2025 16:16 WIB

Mafia Beras di PIBC? Mentan Ungkap Tengkulak Bisa Untung Rp 42 Triliun

Data anomali dan fluktuasi harga beras jadi sorotan Kementan dan Satgas Pangan.

Rep: Frederikus Dominggus Bata / Red: Gita Amanda
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melakukan penelusuran dan menemukan adanya anomali dalam distribusi beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC).
Foto: Kementan
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melakukan penelusuran dan menemukan adanya anomali dalam distribusi beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan pemerintah siap bertindak tegas terhadap praktik-praktik yang merugikan petani dan konsumen, termasuk dugaan permainan harga dan manipulasi stok pangan oleh mafia. Amran menyatakan Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan dari Mabes Polri tengah mendalami indikasi permainan besar di balik fluktuasi harga beras dan distribusi pangan di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta.

“Kami sudah koordinasi dengan Mabes Polri, segera turun. Jangan biarkan konsumen dan produsen itu menjerit. Kita harus dampingi. Jangan ada segelintir orang ingin merusak negara kita. Kita harus kolaborasi, negara harus kuat, negara tidak boleh kalah dari mafia,” ujar Mentan di Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).

Baca Juga

Amran mengungkapkan, berdasarkan data Food Station Tjipinang dan penelusuran di lapangan, ditemukan kecurigaan manipulasi data stok di PIBC. “Harga beras di tingkat penggilingan turun. Itu sesuai data BPS, bukan data saya. Tapi harga di konsumen naik. Artinya apa? Ada yang tidak benar. Yang kedua, dari data Cipinang kita dapatkan, ada yang tidak normal. Biasanya masuk-keluar beras itu 1.000–3.500 ton per hari, tapi ada satu hari selama lima tahun, keluar 11.000 ton,” tutur Amran.

Ia menyebut selama ini middleman atau tengkulak meraup keuntungan jauh lebih besar dibanding petani. “Kita hitung-hitungan, petani dapatnya kira-kira Rp 1,5 juta per bulan per orang. Kalau selisih harga dari petani ke konsumen sebesar Rp 2.000, kemudian produksi kita 21 juta ton sampai Mei ini, artinya middleman dapat Rp 42 triliun,” jelasnya.

Amran menegaskan, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah harus hadir bersama petani guna mendongkrak produktivitas. Ia menyampaikan Koperasi Desa Merah Putih menjadi salah satu solusi untuk memangkas jalur distribusi pangan dan menekan dominasi middleman.

“Nah, inilah nanti kita bangun koperasi untuk memotong rantai pasok yang dulunya tujuh–delapan tahap menjadi tiga, yaitu dari produsen ke koperasi lalu ke konsumen,” kata tokoh asal Sulawesi Selatan ini.

Sebelumnya, Amran melakukan penelusuran dan menemukan adanya anomali dalam distribusi beras di PIBC. Berdasarkan data stok beras Food Station Tjipinang, terdapat ketidakwajaran atas keluarnya 11.410 ton beras dalam satu hari, yakni pada 28 Mei 2025. Pernyataan ini disampaikan Amran sebagai respons atas keluhan sejumlah pedagang di PIBC yang menyebut pasokan beras mulai seret di pasaran.

Kepala Satgas Pangan, Helfi Assegaf, menjelaskan pihaknya tengah melakukan penyelidikan terhadap data distribusi beras tersebut.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement