Kamis 05 Jun 2025 07:13 WIB

Industri Asuransi Jiwa Bayar Klaim Rp 38,16 Triliun pada Kuartal I 2025

Angka klaim asuransi jiwa turun 11,1 persen secara tahunan.

Ilustrasi Asuransi Jiwa. Industri asuransi jiwa membayar klaim dan manfaat senilai Rp 38,16 triliun kepada 3,74 juta orang selama Januari hingga Maret 2025.
Foto: pixabay
Ilustrasi Asuransi Jiwa. Industri asuransi jiwa membayar klaim dan manfaat senilai Rp 38,16 triliun kepada 3,74 juta orang selama Januari hingga Maret 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Departemen Komunikasi Asosiasi Asuransi Jiwa lndonesia (AAJI) Karin Zulkarnaen menyampaikan industri asuransi jiwa membayar klaim dan manfaat senilai Rp 38,16 triliun kepada 3,74 juta orang selama Januari hingga Maret 2025. Angka tersebut turun 11,1 persen secara tahunan (year on year/yoy) dari total klaim dan manfaat yang dibayarkan industri asuransi jiwa pada kuartal I 2024 sebesar Rp 42,93 triliun.

“Penurunan 11,1 persen dibanding tahun sebelumnya terutama berasal dari turunnya klaim partial withdrawal dan surrender yang (pada kuartal I 2025) masing-masing mencatatkan nilai Rp 3,72 triliun dan Rp 19,20 triliun,” ucap Karin Zulkarnaen dalam keterangan pers, di Jakarta, Kamis (5/6/2025).

Baca Juga

Ia mengatakan data tersebut menunjukkan mulai terbentuknya kestabilan perilaku nasabah untuk berasuransi dalam jangka panjang.

Ia juga menuturkan untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir, total klaim asuransi kesehatan mengalami penurunan sebesar 2,2 persen, menjadi Rp 5,83 triliun selama Januari sampai dengan Maret 2025.

“Meskipun tercatat menurun, kami masih terus melakukan monitor perkembangan angka klaim kesehatan ke depan. Kami berharap reformasi sistem kesehatan melalui kolaborasi lintas sektor dapat mengendalikan inflasi biaya kesehatan,” kata Karin.

Sementara terkait penerbitan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan, ia menyatakan bahwa implementasi aturan tersebut diharapkan dapat menciptakan ekosistem asuransi kesehatan yang lebih baik dengan tetap memberikan pelindungan kepada masyarakat secara optimal.

Selain itu, ia menuturkan regulasi tersebut mengandung kewajiban co-payment, yakni sebagian biaya yang perlu ditanggung oleh nasabah sebagai pasien ketika mendapatkan perawatan kesehatan, sebesar 10 persen dari total biaya pengobatan.

AAJI mencatat implementasi skema co-payment dalam industri asuransi dalam maupun luar negeri bukan hal yang baru dan SEOJK tersebut hanya mempertegas pelaksanaan skema tersebut.

Karin menyatakan skema tersebut berpotensi mendorong turunnya nilai premi serta membantu para pelaku jasa asuransi menghadapi tingginya inflasi medis, yang menurut Mercer, perusahaan pialang asuransi asal Amerika Serikat, mencapai 19 persen di Indonesia tahun ini.

Ia menyampaikan untuk menangani inflasi medis tersebut, diperlukan kolaborasi dari semua pihak untuk mendukung ekosistem asuransi kesehatan nasional, termasuk dari nasabah.

“Supaya ketika nasabah menjalani perawatan medis bisa lebih kritis dalam menentukan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan. Skema serupa juga sudah diterapkan di banyak negara, baik negara maju maupun di Asia,” imbuhnya.

SEOJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 akan mulai berlaku 1 Januari 2026 dan seluruh perusahaan asuransi wajib menyesuaikan produknya paling lambat 31 Desember 2026.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement