REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan gejolak pasar keuangan global mulai mereda seiring munculnya tanda-tanda deeskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Kesepakatan kedua negara itu dinilai turut mendorong sentimen positif di pasar keuangan Indonesia.
“Nilai tukar kita Januari ke akhir April terdepresiasi 1,6 persen. Namun sejak retaliasi tarif diumumkan hingga 21 Mei terjadi apresiasi,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kita, Jumat (23/5/2025).
Ia menjelaskan, nilai tukar rupiah secara year to date berada di level Rp 16.451 per dolar AS, namun dalam 1,5 bulan terakhir menguat menjadi Rp 16.395 per dolar AS.
Sentimen positif juga tercermin di pasar saham. Indeks harga saham gabungan (IHSG) naik 0,9 persen secara year to date, dan melesat hingga 9,7 persen dalam 1,5 bulan terakhir.
Sementara itu, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun turun 15 basis poin sejak awal tahun, dan dalam periode April–Mei turun lebih dalam hingga 17 basis poin.
“Mengalami penurunan untuk government bond itu bagus karena makin rendah yield-nya, beban utangnya turun,” kata Sri Mulyani.
Per 21 Mei 2025, yield SBN tercatat sebesar 6,8 persen dengan spread 223 basis poin. Pemerintah menilai tren ini mencerminkan pemulihan kepercayaan investor terhadap stabilitas fiskal dan prospek ekonomi nasional.