Jumat 23 May 2025 14:44 WIB

Boikot Produk Pro-Israel Dinilai Jadi Peluang Emas UMKM Lokal

Aksi moral ini mendorong kebangkitan industri kecil yang selama ini terpinggirkan.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Gita Amanda
Aksi boikot terhadap produk terafiliasi Israel tidak semata-mata dilandasi oleh pertimbangan ekonomi. (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Aksi boikot terhadap produk terafiliasi Israel tidak semata-mata dilandasi oleh pertimbangan ekonomi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menyatakan gerakan boikot terhadap produk-produk yang terafiliasi dengan Israel dapat menciptakan peluang baru, terutama dalam meningkatkan permintaan terhadap produk lokal. Faisal menyebut kondisi ini juga bisa menjadi pemicu meningkatnya minat terhadap produk UMKM.

“Itu banyak terjadi, bukan hanya di Indonesia. Di negara-negara lain, ketika ada boikot, sering kali muncul produk-produk lokal baru yang kemudian malah bisa bersaing,” ujar Faisal saat dihubungi Republika di Jakarta, Kamis (22/5/2025).

Baca Juga

Faisal menegaskan aksi boikot terhadap produk terafiliasi Israel tidak semata-mata dilandasi oleh pertimbangan ekonomi, melainkan juga dari sisi kemanusiaan. Ia menyebut gerakan ini merupakan respons moral atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel.

“Artinya, pertimbangannya selain ekonomi juga merupakan pertimbangan kemanusiaan. Ini sesuatu yang harus dilakukan,” kata Faisal.

Atas dasar itu, lanjutnya, keberpihakan terhadap aspek kemanusiaan harus ditempatkan di atas kepentingan ekonomi. Ia mengakui bahwa aksi boikot bisa berdampak negatif dalam jangka pendek, seperti potensi kelangkaan produk. Namun dalam jangka menengah hingga panjang, gerakan ini dapat menciptakan peluang baru bagi industri kecil dan mikro, termasuk UMKM dalam negeri. “Bahkan ini bisa menjadi momentum untuk mengembangkan usaha kecil menengah kita,” ujar Faisal.

Ia mengungkapkan bahwa banyak pelaku UMKM kesulitan bersaing dengan merek-merek asing dari perusahaan multinasional yang memiliki jaringan distribusi kuat dan skala ekonomi besar. Hal ini memungkinkan mereka menekan biaya produksi dan menawarkan harga lebih rendah di tingkat konsumen.

“Sehingga mereka bisa mendapatkan tempat di pasar dan dalam banyak hal bahkan mengalahkan atau mematikan produk-produk lokal,” tambahnya.

Menurut Faisal, kondisi ini berbanding terbalik dengan pelaku usaha kecil dan mikro yang tidak memiliki skala bisnis besar, sehingga tidak cukup kompetitif untuk bersaing dengan produk luar.

Ia pun berharap pemerintah dapat melihat gerakan boikot ini sebagai momentum untuk memperkuat dan mengembangkan produk-produk lokal. Faisal menilai intervensi dan fasilitasi dari pemerintah menjadi faktor kunci dalam mendorong pelaku UMKM memanfaatkan peluang di balik boikot produk terafiliasi Israel.

“Supaya ini bukan hanya menjadi momentum sesaat, tapi benar-benar dikawal agar bisa kompetitif dalam jangka panjang dan berkelanjutan,” kata Faisal.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement