Rabu 30 Jul 2025 13:26 WIB

Fenomena Rojali dan Rohana Tanda Ekonomi Masyarakat Tertekan

Pelaku usaha harus siapkan strategi digital agar tetap bertahan di tengah tren Rojali

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Pengunjung memilah pakaian di Little Bangkok Pasar Metro Tanah Abang, Jakarta, Kamis (30/5/2024). Pengusaha mengomentari fenomena rojali dan rohana.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung memilah pakaian di Little Bangkok Pasar Metro Tanah Abang, Jakarta, Kamis (30/5/2024). Pengusaha mengomentari fenomena rojali dan rohana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Meningkatnya fenomena Rojali (rombongan jarang beli) dan Rohana (rombongan hanya nanya) di pusat perbelanjaan mendapat perhatian dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero, menilai kondisi ini mencerminkan situasi ekonomi masyarakat yang sedang tidak stabil.

"Kita mesti berangkat dan menyadari betul kemampuan daya beli masyarakat Indonesia dengan kondisi ekonomi yang ada sedang pada kondisi tidak baik-baik saja," ujar Edy kepada Republika di Jakarta, Rabu (30/7/2025).

Baca Juga

Menurut Edy, masyarakat tetap memiliki hasrat untuk berbelanja dan menikmati pengalaman visual di pusat-pusat perbelanjaan, walau belum bisa merealisasikan pembelian. Aktivitas melihat-lihat barang, menyentuh, dan membandingkan produk menjadi pelampiasan psikologis dari keinginan yang belum mampu dipenuhi karena keterbatasan dana.

"Padahal, masyarakat ingin juga nih jalan-jalan, lihat-lihat barang, pegang-pegang, walaupun belum beli. Nanti kalau punya duit, gua beli," ucap Edy.

photo
Suasana Trans Studio Mall Bandung, Ahad (27/7/2025). - (Republika/mg160)

Ia menyampaikan, pola perilaku tersebut harus dilihat bukan sebagai bentuk konsumtif semata, melainkan sebagai upaya masyarakat memenuhi kebutuhan emosional di tengah tekanan ekonomi. Keinginan tersebut pada dasarnya merupakan refleksi dari kebutuhan nyata yang tertunda oleh situasi finansial yang belum mendukung.

"Jadi, gaya itu adalah gaya di mana seseorang mengekspresikan keinginannya, kerinduannya, tetapi masih dibatasi kemampuan finansial yang saat ini dananya masih kurang," sambung Edy.

Edy menyebut tekanan ekonomi saat ini tidak hanya berdampak pada konsumsi hiburan, tetapi juga menyentuh aspek kebutuhan pokok masyarakat. Mulai dari kebutuhan rumah tangga harian hingga perlengkapan sekolah anak, semuanya ikut terdampak akibat menurunnya daya beli.

"Padahal ada kebutuhan-kebutuhan primer untuk belanja rumah tangga sehari-hari hingga kebutuhan anak sekolah," lanjut dia.

Oleh karena itu, Edy mengajak semua pihak untuk tidak panik dan tetap berpikir jernih dalam menghadapi fenomena ini, termasuk para pelaku UMKM. Ia berharap ketenangan bisa membuka ruang solusi yang lebih tepat sasaran bagi ekonomi masyarakat kelas bawah.

"Fenomena ini saya kira harus ditanggapi dengan kondisi tenang, tidak perlu gaduh. Kita berharap situasi ekonomi akan lebih membaik sehingga 'Rojali' dan 'Rohana' jadi tidak ada," ucap Edy.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement