REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menyebutkan beberapa hal yang menyebabkan sejumlah toko, terutama di wilayah perkotaan, terpaksa menutup gerainya. Tingginya biaya operasional dan ketidakmampuan bersaing dengan peritel yang memiliki skala bisnis lebih besar disinyalir menjadi salah satu penyebab sejumlah toko ritel tutup.
"Karena satu, mungkin costing-nya besar. Misalnya tokonya cuma 10. Tidak bisa bersaing dengan yang tokonya banyak," kata Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah ditemui di Jakarta, Selasa (6/5/2025).
Selain itu, Budihardjo menyebutkan pergeseran preferensi konsumen ke platform online juga menjadi tantangan tersendiri bagi peritel konvensional.
Meskipun demikian, dia menekankan bahwa keberadaan toko offline tetap relevan dan para pemain ritel konvensional kini juga aktif merambah ke ranah online.
Kendati begitu, Budihardjo menilai prospek industri ritel di Indonesia akan tetap tumbuh positif di tengah maraknya toko ritel yang berguguran.
Besarnya populasi Indonesia, yang mencapai sekitar 270 juta jiwa, menurutnya menjadi pasar domestik yang sangat potensial. Selain itu, peluang ekspor juga menjadi angin segar bagi pertumbuhan industri ini.
Adapun proyeksi pertumbuhan ritel di Indonesia menurutnya bervariasi tergantung segmennya.