Selasa 06 May 2025 10:17 WIB

Menkeu: Ekonomi RI Tumbuh 4,87 Persen di Tengah Ketidakpastian Global

Produksi beras nasional melonjak lebih dari 60 persen pada Januari-Februari 2025.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Erik Purnama Putra
Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Foto: YouTube PerekonomianRI
Menkeu Sri Mulyani Indrawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, perekonomian Indonesia tetap tumbuh tangguh sebesar 4,87 persen (yoy) pada triwulan I 2025, di tengah tekanan perlambatan ekonomi dan ketidakpastian global. Pertumbuhan tersebur terutama ditopang konsumsi rumah tangga, ekspor komoditas unggulan, serta optimalisasi belanja APBN.

"Di tengah tantangan perlambatan ekonomi dan ketidakpastian global, perekonomian Indonesia tetap menunjukkan kinerja yang cukup resilien. Optimisme terus dijaga, didukung komitmen Pemerintah dengan memastikan APBN bekerja optimal dalam melindungi masyarakat, termasuk memastikan ekonomi tumbuh secara berkelanjutan,” ujar Sri Mulyani dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (6/5/2025).

Baca Juga

Menurut dia, konsumsi rumah tangga tetap tumbuh 4,89 persen. Hal itu didorong meningkatnya mobilitas masyarakat selama libur tahun baru dan Ramadhan, serta berbagai stimulus fiskal, seperti THR, PPN DTP untuk properti dan tiket pesawat, diskon tarif listrik dan tol, serta PPh 21 DTP untuk sektor padat karya.

Sektor ekspor mencatat pertumbuhan stabil 6,78 persen, disumbang oleh lonjakan ekspor sawit sebesar 36 persen dan besi baja 6,6 persen. Sementara itu, investasi atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tumbuh terbatas 2,12 persen karena perlambatan di sektor konstruksi dan mesin nonkendaraan.

Dari sisi produksi, sektor pertanian tumbuh 10,52 persen, didorong panen raya dan distribusi pupuk bersubsidi yang membaik. Produksi beras nasional melonjak lebih dari 60 persen (yoy) pada Januari-Februari 2025, dengan stok Bulog mencapai 2,5 juta ton. Rice Outlook April 2025 mencatat produksi beras Indonesia tertinggi di ASEAN, diperkirakan mencapai 34,6 juta ton.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement