REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI mencatat, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah mencapai Rp 42,23 triliun hingga akhir kuartal I tahun 2025. Jumlah tersebut setara 24,13 persen dari alokasi tahun 2025 sebesar Rp175 triliun yang ditetapkan pemerintah.
Selama periode kuartal I 2025, sebanyak 975 ribu debitur pengusaha UMKM telah memperoleh manfaat KUR yang disalurkan BRI. Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (25/4/2025), menyampaikan bahwa penyaluran KUR merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam memperluas akses pembiayaan yang inklusif dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
BRI memastikan penyaluran KUR diarahkan ke sektor-sektor strategis yang berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, yang tercermin dari penyaluran KUR sebesar 62,43 persen ke sektor produksi.
“Penyaluran KUR yang berfokus pada sektor produktif merupakan bentuk keberpihakan nyata BRI terhadap pembangunan ekonomi nasional,” kata Hendy.
Ia menambahkan, BRI meyakini bahwa pembiayaan yang tepat sasaran dapat menciptakan multiplier effect yang signifikan, khususnya dalam mendorong kemandirian usaha dan membuka lapangan pekerjaan.
Adapun sektor pertanian menjadi sektor ekonomi dengan jumlah penyaluran terbesar, mencapai Rp18,09 triliun. Capaian ini, menurut perseroan, mencerminkan komitmen BRI dalam memperkuat ketahanan pangan nasional.
Hendy menambahkan bahwa fokus pada sektor pertanian merupakan bagian dari strategi BRI dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
Ia mengatakan, dukungan terhadap sektor pertanian tidak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan serta mendukung upaya pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan.
“Hal ini sekaligus menunjukkan peran BRI dalam membangun fondasi ekonomi nasional yang tangguh dan inklusif,” kata Hendy.
Perseroan menyampaikan, BRI juga konsisten menerapkan manajemen risiko yang prudent dalam penyaluran KUR.
Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) per Maret 2025 tercatat sebesar 2,29 persen. Hal ini, menurut perseroan, mencerminkan portofolio yang sehat dan pengelolaan risiko yang optimal.