Kamis 24 Apr 2025 15:51 WIB

Citi Indonesia Lakukan Stress Test Hadapi Dampak Perang Tarif AS

Citi akan memaksimalkan ke penyaluran kredit dan investasi strategis.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Citi menerima tujuh predikat dalam ajang penghargaan tahunan Triple A Sustainable Finance Awards oleh majalah The Asset atas dukungannya kepada klien di Indonesia.
Foto: Citi
Citi menerima tujuh predikat dalam ajang penghargaan tahunan Triple A Sustainable Finance Awards oleh majalah The Asset atas dukungannya kepada klien di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Citi Indonesia tengah mewaspadai dampak perang tarif Amerika Serikat (AS) terhadap pembiayaan korporasi di Tanah Air. CEO Citibank NA Indonesia (Citi Indonesia) Batara Sianturi menyebutkan pihaknya telah melakukan uji ketahanan (stress test) terhadap nasabah yang berpotensi terdampak, khususnya eksportir ke AS dan China.

“Kami sudah melakukan stress test terhadap nasabah-nasabah yang berisiko terdampak, terutama eksportir ke AS atau China. Tiap sektor dan klien punya risiko berbeda. Misalnya, kalau ekspor mereka dominan ke AS dan GDP AS turun dari 2,8 persen ke 1 persen, tentu ada dampak ke permintaan,” kata Batara dalam Paparan Kinerja Keuangan Citi Indonesia Tahun 2024 & Prospek Ekonomi di Jakarta, Kamis (24/4/2025).

Baca Juga

Ia menuturkan, dalam 60 hingga 90 hari ke depan, Citi Indonesia akan memantau dinamika geopolitik dan arah kebijakan dagang AS untuk menentukan langkah penyaluran kredit maupun investasi strategis. “Kami akan memaksimalkannya ke penyaluran kredit dan juga investasi strategis. Namun, kami juga menunggu kejelasan dari dinamika perang tarif AS dalam 60–90 hari ke depan. Ini akan memengaruhi sektor-sektor tertentu,” ujarnya.

Kondisi global saat ini juga membuat proyeksi pertumbuhan kredit secara nasional direvisi. Ekonom Citi Indonesia, Helmi Arman, menjelaskan, dua faktor utama mendorong koreksi proyeksi tersebut, yakni pelemahan ekonomi global dan ekspektasi penurunan suku bunga acuan AS.

“Pertama, turunnya ekspektasi pertumbuhan ekonomi global akibat perang dagang yang diluncurkan Presiden Trump. Ini berdampak ke ekspor dan investasi. Kedua, ekspektasi turunnya suku bunga acuan di AS,” ujar Helmi.

Ia memperkirakan suku bunga The Fed bisa turun hingga 3,25 persen pada akhir tahun. Jika itu terjadi, korporasi yang sempat mengalihkan pinjaman ke dalam negeri berpotensi kembali mencari pembiayaan luar negeri yang lebih murah.

“Kalau suku bunga AS mulai turun, kami perkirakan bisa sampai 3,25 persen di akhir tahun, korporasi bisa kembali beralih ke pembiayaan luar negeri. Ini yang bisa menurunkan permintaan kredit dari dalam negeri,” lanjutnya.

Meski dihantui tekanan eksternal, Citi Indonesia mencatat kinerja positif pasca divestasi unit konsumer. Sejak November 2023, Citi hanya fokus pada bisnis institutional banking. Hasilnya, terjadi efisiensi biaya yang signifikan.

“Setelah fokus ke institutional banking 100 persen, rasio itu turun drastis jadi 40 persen. Jadi hanya butuh 40 dolar AS untuk menghasilkan 100 dolar AS. Artinya, strategi global Citi untuk fokus ke institutional banking di luar AS terbukti tepat,” ucap Batara.

Ia menambahkan, laba bersih Citi meningkat dari Rp 2,5 triliun pada 2023 menjadi Rp 2,6 triliun pada 2024, meski hanya mengandalkan bisnis institusional. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh kinerja positif di lini bisnis multinasional, lembaga keuangan, sektor publik, dan korporasi global.

Dari sisi kualitas aset, Citi juga berhasil mencatat rasio kredit bermasalah (NPL) yang bersih dan kotor sama-sama nol persen. “Secara teknis net NPL Citi sudah 0 persen sejak lama. Tahun lalu, kami melakukan equity provision yang di-set off sehingga gross NPL juga jadi 0 persen. Ini hanya pembukuan, bukan write-off,” jelasnya.

Sementara dari sisi dana pihak ketiga (DPK), Citi mencatat pertumbuhan dua persen secara tahunan. Meski rasio dana murah (current account saving account/CASA) mengalami penurunan usai pelepasan unit konsumer, Citi tetap mengandalkan kekuatan digitalisasi transaksi untuk menjaga stabilitas dana.

“Strategi kami adalah memastikan throughput transaksi nasabah tetap melalui Citi. Jadi digitalisasi transaction banking menjadi kunci. Baik untuk trade loan maupun deposit,” kata Batara.

Citi juga terus mengikuti perkembangan negosiasi dagang antara pemerintah Indonesia dan USTR. “Setelah kejelasan tercapai, kami bisa menilai sektor mana yang terdampak, dan nasabah mana yang paling berisiko. Stress test dan client-by-client risk assessment terus kami lakukan,” tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement