REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga baik. Mahendra menyebut permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, profil risiko yang terjaga, serta kinerja sektor jasa keuangan yang tumbuh positif menjadi kunci stabilitas Indonesia menghadapi dinamika perekonomian global.
"Kinerja intermediasi perbankan tumbuh positif dengan profil risiko yang terjaga. Kredit perbankan pada Maret 2025 mencatatkan pertumbuhan 9,16 persen menjadi Rp 7.908,4 triliun yoy," ujar Mahendra saat konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK II 2025 di Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Mahendra menyampaikan pertumbuhan tersebut didorong oleh kredit investasi yang tumbuh tinggi 13,36 persen dan diikuti kredit konsumsi yang meningkat 9,32 persen serta pertumbuhan 6,51 persen kredit modal kerja. Sementara itu, lanjut Mahendra, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio non-performing loan atau NPL gross sebesar 2,17 persen dan NPL net sebesar 0,80 persen.
"Sedangkan loan at risk atau LAR juga relatif stabil, tercatat 9,86 persen dan di sisi lain, DPK perbankan tercatat tumbuh 4,75 persen menjadi Rp 9.010 triliun dengan giro, tabungan, dan deposito, masing-masing tumbuh 4,01, 7,74, dan 2,89 persen," ucap Mahendra.
Mahendra menyebut kekuatan ketahanan perbankan terjaga dengan capital adequacy ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal Maret 2025 yang berada di level tinggi, yaitu 25,43 persen. Mahendra menyampaikan likuiditas perbankan pada Maret 2025 tetap memadai dengan rasio alat liquid terhadap non-core deposit dan alat liquid terhadap DPK masing-masing 116,05 persen dan 26,22 persen.
"Sebagai perbandingan, hal itu jauh di atas threshold masing-masing 50 persen dan 10 persen," sambung Mahendra.
Mahendra melanjutkan, kinerja pasar saham domestik pada kuartal I 2025 menunjukkan resiliensi. Mahendra mencatat pasar saham domestik ditutup menguat 3,83 persen ke level 6.510,62 pada akhir Maret 2025 dengan nilai kapitalisasi pasar Rp 11.126 triliun atau naik 2,27 persen per bulan.
"Setelah libur lebaran, pasar saham domestik sempat mengalami volatilitas yang tinggi sehingga bursa melakukan trading halt sementara pada 8 April 2025. Namun, tekanan itu telah berkurang signifikan," ucap Mahendra.