Selasa 15 Apr 2025 18:50 WIB

Badan Pangan Dorong Intervensi Terukur Kendalikan Inflasi

Terdapat beberapa komoditas yang memerlukan perhatian lebih.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Satria K Yudha
Warga membeli kebutuhan pokok dengan harga lebih murah dari pasaran saat acara Bazar Murah yang digelar Dinas Perdagangan (Disdagin), Kota Bandung, di Taman Nilem, Rabu (19/2/2025).
Foto: Edi Yusuf
Warga membeli kebutuhan pokok dengan harga lebih murah dari pasaran saat acara Bazar Murah yang digelar Dinas Perdagangan (Disdagin), Kota Bandung, di Taman Nilem, Rabu (19/2/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) memandang perlunya langkah terukur dalam pengendalian harga sejumlah komoditas pangan strategis yang mengalami deviasi dari Harga Acuan Penjualan dan Pembelian (HAP). Intervensi utamanya perlu dilakukan di tingkat konsumen.

Direktur Pengawasan Penerapan Standar Keamanan dan Mutu Pangan NFA, Hermawan,

Baca Juga

menyampaikan secara umum ketersediaan pangan nasional hingga April 2025 berada dalam kondisi yang aman dan mencukupi. Namun demikian, terdapat beberapa komoditas yang memerlukan perhatian lebih, khususnya yang mengalami tekanan harga di sejumlah wilayah konsumen.

 

"Berdasarkan pemantauan panel harga per 13 April 2025, beberapa komoditas seperti cabai rawit merah, bawang putih di wilayah Indonesia Timur, dan daging kerbau beku tercatat mengalami penyesuaian harga yang cukup signifikan dibandingkan HAP. Ini menjadi sinyal bagi kita semua untuk memperkuat langkah pengendalian yang lebih terarah,” ujar Hermawan dalam keterangan resmi NFA, dikutip pada Selasa (15/4/2025).

 

Ia menggarisbawahi pergerakan harga pada beras medium dan premium di beberapa zona wilayah, serta komoditas minyak goreng curah dan kemasan Minyakita, masih berada di atas kisaran harga eceran tertinggi. “Harga Minyakita pada pertengahan April tercatat Rp 17.640 per liter, atau sekitar 12 persen di atas HET. Kondisi ini menjadi pengingat bahwa perlunya upaya bersama untuk menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok masyarakat secara berkelanjutan,” jelas Hermawan.

 

Di sisi lain, harga komoditas seperti gabah kering giling dan kedelai biji kering justru berada di bawah HPP. Hermawan menyampaikan bahwa perlunya keseimbangan harga di tingkat produsen dan konsumen. “Kita harus menjaga keseimbangan yang adil, agar produsen tetap sejahtera dan konsumen tidak terbebani,” ujarnya.

 

NFA mencatat realisasi distribusi pangan hingga awal April 2025 mencapai 65,225 ton, termasuk 64,655 ton beras untuk wilayah Jawa Barat dan sejumlah distribusi minyak goreng serta komoditas lainnya. Sementara, Gerakan Pangan Murah telah digelar 2.744 kali di berbagai provinsi dan kabupaten/kota. Penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) juga telah terealisasi sebesar 181.173 ton atau 60,39 persen dari target.

 

“Operasi pasar murah selama Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini juga telah terlaksana di 3.751 titik, dengan beras SPHP sebagai komoditas terlaris, yakni mencapai 1.939 ton,” tambah Hermawan.

Untuk menjaga kelancaran pasokan dan mengantisipasi lonjakan harga, Hermawan mendorong penguatan kemitraan antara pelaku usaha pangan dan sektor HOREKA (hotel, restoran dan katering), serta kerja sama antar daerah dari wilayah surplus ke wilayah defisit. Ia juga menekankan pentingnya kesiapan menghadapi pola distribusi yang terhambat saat libur panjang keagamaan.

 

Hermawan mengingatkan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menjaga stabilitas pangan. “Kita tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan sinergi pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk mengawal ketersediaan dan keterjangkauan pangan secara konsisten,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement