REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana Presiden RI Prabowo Subianto akan membuka keran impor yang seluas-luasnya membuat produsen dalam negeri mengeluh, terutama produsen di sektor pertanian. Kebijakan itu dinilai akan semakin mencekik petani, karena kerap kali keran impor yang terbuka deras akan membuat harga hasil panen dalam negeri jatuh sejatuh-jatuhnya.
"Itu akan membuat kami makin tercekik," kata Pemilik Ancala Integrated Farm Ai Karwati saat dihubungi Republika, Rabu (9/4/2025).
Melalui usahanya, Ai memproduksi berbagai sayuran holtikultura yang akan berdampak nyata atas kebijakan dibukanya keran impor yang luas. Menurut mencontohkan dampak yang pernah terjadi dari kebijakan semacam itu pada tahun lalu.
“Untuk masalah impor ini sebenarnya kita sudah pernah mengalami tahun kemarin, di 2024 akhir. Waktu itu kami panen wortel, bertepatan sama keran impor wortel dibuka. Harganya jadi anjlok banget, yang biasa Rp 6.000 sampai Rp 7.000 per kg atau kalau lagi bagus Rp 10.000 per kg, itu kami dapat cuma Rp 800 per kg,” ungkapnya.
Ai mengungkapkan, petani lokal sebenarnya sudah menghadapi banyak tantangan –baik berupa gagal panen maupun gagal jual-, dan tengah berbenah. Mulai dari upaya meningkatkan kualitas hasil panen di tengah kondisi climate change, belum tersedianya data yang jelas mengenai demand dan supply, hingga kalah bersaing dengan produk sesama hasil pangan lokal.
Hingga kini untuk satu persoalan pupuk saja, Ai -yang menjalankan usahanya di wilayah Tulungagung, Jawa Timur itu- mengungkapkan bahwa ketersediaan pupuk dan harganya yang tinggi masih jadi beban. Meski pemerintah memiliki kebijakan subsidi pupuk, banyak petani yang tidak merasakan manfaatnya karena susah untuk mendapatkan stimulus tersebut.
Dengan beragam persoalan dalam negeri yang masih belum terselesaikan, kebijakan dibukanya keran impor seluas-luasnya akan membuat petani makin ‘tarik napas dalam-dalam’. Kondisi para petani diyakini akan semakin tercekik karena berpotensi kalah bersaing, baik dari segi kuantitas, kualitas, maupun ketersediaan yang sustain.
“Masalah supply demand dalam negeri saja kita tuh struggle ya, tambah lagi impor. (Ibaratnya) kayak nambahin penyakit orang yang sakit,” ungkapnya.
“Kayaknya keran impor dibuka itu, pemerintah akan berperan pada kegagalan jual petani lokal (harga yang jatuh),” lanjutnya.
Ai mengaku, keran impor yang dibuka selebar-lebarnya membuat para petani berpikiran untuk berputus asa saja. Sebab, menjadi petani dinilai semakin tidak menguntungkan. Padahal, pemerintahan Prabowo tengah menggaungkan narasi swasembada pangan atau kemandirian pangan.
“Apalagi kalau impor dibuka (luas) mending saya jadi importir saja kalau cuma ngomongin bisnis,” ujar Ai berseloroh.