Ahad 23 Mar 2025 14:43 WIB

Insentif Pajak Bisa Dongkrak Properti Hijau, Ini Usulan Pengembang  

Keringanan pajak bisa memberikan dampak besar percepatan pengembangan properti hijau.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Vice President of Market Research and Product Strategy Sinar Mas Land, Dwi Novita Yen & Advisor President Office Sinar Mas Land, Ignesjz Kemalawarta dalam acara “Sinar Mas Land Buka Puasa Bersama Jurnalis 2025” di Marketing Office BSD City, Kamis (20/3/2025).
Foto: Dian Fath Risalah/Republika
Vice President of Market Research and Product Strategy Sinar Mas Land, Dwi Novita Yen & Advisor President Office Sinar Mas Land, Ignesjz Kemalawarta dalam acara “Sinar Mas Land Buka Puasa Bersama Jurnalis 2025” di Marketing Office BSD City, Kamis (20/3/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Pengembangan properti hijau di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari biaya tinggi hingga daya beli masyarakat yang terbatas. Untuk mendorong pertumbuhan sektor ini, insentif pajak dinilai bisa menjadi solusi agar lebih banyak pengembang tertarik membangun properti ramah lingkungan.  

Advisor President Office Sinar Mas Land, Ignesjz Kemalawarta, menilai, keringanan pajak bisa memberikan dampak besar dalam percepatan pengembangan properti hijau. Salah satu insentif yang diusulkan adalah pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang dapat meringankan beban biaya pengembang serta mendorong pertumbuhan ekonomi secara lebih luas.  

Baca Juga

“Jika PBB diturunkan 10 persen, sebenarnya itu bukan sekadar pengurangan pendapatan negara, tetapi bisa memberikan dampak ekonomi yang lebih besar. Insentif pajak ini dapat mengurangi beban pengembang, meningkatkan daya beli masyarakat, dan pada akhirnya mendorong perputaran ekonomi secara keseluruhan,” ujar Ignesjz dalam diskusi terkait properti hijau.  

Ia menambahkan, di beberapa negara, insentif pajak telah terbukti efektif dalam mendorong pengembangan properti hijau. Jika diterapkan di Indonesia, kebijakan ini diyakini dapat meningkatkan daya tarik properti hijau, baik bagi pengembang maupun konsumen.  

Sementara itu, Vice President of Market Research and Product Strategy Sinar Mas Land, Dwi Novita Yeni, menyoroti tantangan biaya yang masih menjadi hambatan utama dalam pengembangan properti hijau. “Kalau kita lihat dari sisi pasar, sebenarnya segmen terbesar adalah kelas menengah. Namun, teknologi yang digunakan dalam properti hijau masih tergolong baru dan mahal. Hal ini membuat harga jualnya lebih tinggi dibandingkan properti konvensional,” jelas Dwi Novita.  

Menurutnya, tingginya harga properti hijau membuat banyak pengembang ragu untuk berinvestasi di sektor ini. Meski begitu, ia optimistis bahwa dengan adanya dukungan pemerintah dan insentif yang tepat, properti hijau bisa lebih terjangkau bagi masyarakat luas.  

“Mungkin ke depannya, kami akan mulai menyasar segmen menengah, terutama dengan adanya dukungan kebijakan yang lebih kuat,” tambahnya.

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap keberlanjutan lingkungan, insentif pajak seperti pengurangan PBB bisa menjadi kunci untuk mempercepat pertumbuhan properti hijau di Indonesia. Pemerintah diharapkan dapat merumuskan kebijakan yang tidak hanya menguntungkan pengembang, tetapi juga membantu masyarakat mendapatkan hunian ramah lingkungan dengan harga yang lebih terjangkau.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement