Kamis 17 Apr 2025 14:00 WIB
Liputan Khusus Nasib Tekstil Indonesia

Benang Kusut Jadi Cuan Mulus: Inovasi dan Kolaborasi Bikin Tekstil RI Naik Kelas

Industri TPT ini berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Friska Yolandha
Pekerja mengoperasikan mesin untuk memproduksi pakaian rajut di Sentra Rajut Binong Jati, Bandung, Jawa Barat, Senin (6/1/2025). Kementerian Perindustrian menargetkan sektor industri  kimia, farmasi dan tekstil didorong untuk tumbuh dari 6,59 persen pada tahun 2025, 7,97 persen pada tahun 2027, dan 7,59 persen pada tahun 2029.
Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Pekerja mengoperasikan mesin untuk memproduksi pakaian rajut di Sentra Rajut Binong Jati, Bandung, Jawa Barat, Senin (6/1/2025). Kementerian Perindustrian menargetkan sektor industri kimia, farmasi dan tekstil didorong untuk tumbuh dari 6,59 persen pada tahun 2025, 7,97 persen pada tahun 2027, dan 7,59 persen pada tahun 2029.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memetakan berbagai hal berkaitan dengan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri saat ini. Dimulai dari tantangan yang dihadapi, peluang yang bisa diambil, permasalahan, mitigasi penyelesaian masalah. Kemudian kebijakan untuk pengembangan industri tersebut, ke depannya. 

Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin, Rizky Aditya Wijaya menerangkan, tantangan pertama mengacu pada perkembangan ekonomi dunia. Ini terkait inflasi, pertumbuhan ekonomi yang melambat, serta Trump Effect.

Baca Juga

Kedua, masalah perdagangan ada lima kali peningkatan di pasar-pasar ekspor Indonesia. Untuk trade barriers sejak 2015 dengan tahun 2023 sebanyak 500 restrictions di pasar ekspor domestik. Ketiga menurunnya permintaan dari masyarakat sendiri, terkait dengan ekonomi.

"Sementara ada peluang di sini untuk tekstil dan produk tekstil, itu adalah sustainability yang merupakan barang primer, kebutuhannya tetap ada dan tetap bertumbuh, seiring dengan meningkatnya populasi," kata Rizky di Kompleks Parlemen, Senayan, beberapa waktu lalu.

Berikutnya, ada peluang di pasar sportswear. Pasar di sektor tersebut berkembang lebih cepat dibanding pasar fashion. Ketiga, dari aspek merk sendiri (brand differentiation dan customer experience).

Pemerintah merincikan permasalahan di sektor TPT saat ini. Pertama, jelas Rizky, banyaknya impor produk jadi dengan harga sangat murah masuk pasar Indonesia. Produk impor tersebut berhadapan langsung dengan produk dalam negeri. Persetujuan Impor (PI) oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum mempertimbangkan faktor harga dan supply demand.

Kedua, banjirnya produk impor itu masuk melalui marketplace dan sosial media (Tiktok Shop, dll). Ketiga, impor ilegal dan impor pakaian bekas (thrifting). Keempat, menurut Rizky stigma sunset industri menyulitkan TPT dalam mengakses sumber pembiayaan.

"Padahal persentase permesinan untuk kebutuhan industri TPT rata-rata di atas 20 tahun," katanya.

Kelima, penurunan utilisasi industri konveksi dan alas kaki IKM (Industri Kecil Menengah) sebesar rata-rata 70 persen semenjak pemberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Keenam, permasalahan geopolitik global yang berimplikasi pada penurunan permintaan pakaian jadi dan alas kaki, dari negara tujuan ekspor, khususnya Amerika dan Uni Eropa.

Ketujuh, India, Turki, dan Vietnam sudah menerapkan restriksi melalui kebijakan trade remedies (anti dumping dan safeguard) serta kebijakan non-tariff barrier seperti Quality Control Orders (QCO) oleh India untuk produk viscose staple fiber (VSF) dan alas kaki. Kedelapan, belum ditandatanganinya kerjasama perdagangan I-EU CEPA (Perundingan Indonesia- European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement).

Mitigasi penyelesaian masalah

Pemerintah kembali mengaktifkan pengenaan instrumen tariff barrier dan non-tarif barrier bagi perlindungan industri TPT dalam negeri. Penegakan dan pemberantasan impor ilegal dan pakaian bekas, pengawasan ketat penjualan melalui marketplace dan sosial media (Tiktok Shop dll.).

Mengembalikan pengaturan dan pengendalian, kembali ke Permendag 36/2023, berupa pengendalian impor dengan memberikan kuota. Promosi yang intens untuk membuka akses pasar ekspor non tradisional.

Memperluas cakupan industri dan penambahan anggaran program restrukturisasi  mesin/peralatan TPT. Penandatanganan dan implementasi IEU-CEPA. Kajian kebijakan pengaturan pelabuhan entry point untuk importasi pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, alas kaki, dan tas.

photo
Buruh berjalan keluar dari Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). Pabrik tekstil Sritex yang dinyatakan pailit dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang akan menghentikan seluruh operasionalnya pada 1 Maret 2025. - (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)

 

Kebijakan Pengembangan untuk Industri tekstil, kulit, dan alas kaki ke depannya

Pertama untuk jangka pendek, menurut Rizky, Kemenperin akan melakukan perluasan cakupan dan penambahan anggaran program restrukturisasi mesin/peralatan TPT demi meningkatkan daya saing dan produksi dari industri ini. (Permenperin 20/2024), untuk tahun 2025 alokasi anggaran hanya Rp 15 miliar.

Kedua, melakukan penegakan dan pemberantasan impor ilegal (bekerja sama dengan instansi lain), terhadap pakaian bekas. Serta pengawasan ketat perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dan kewajiban label bahasa Indonesia. Ketiga, melakukan pengendalian impor melalui proses revisi Permendag 8/2025 (Permendag TPT dalam proses), dan Permenperin 5/2024 (dalam pembahasan) dan business matching substitusi impor. Juga perpanjangan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) pakaian dan aksesoris (dalam proses penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KKPI). 

Terakhir, mendorong ekspor melalui kerja sama bilateral, ataupun kemampuan peningkatan industri dalam negeri untuk mendorong ekspor ke negara-negara maju.

"Seperti yang tadi pak Dirjen sampaikan, mendorong penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, ini khususnya untuk pasar ke negara-negara maju yang sudah sangat aware akan hal itu," ujar Rizky.

Selanjutnya untuk pendekatan jangka panjang, Kemenperin akan mengusulkan insentif ekspor untuk komoditas TPT, juga mempelajari peluang-peluang kerja sama dengan negara lain, termasuk Eropa, dan lainnya. Penandatanganan dan implemntasi IEU-CEPA. Penambahan anggaran program restrukturisasi mesin/peralatan TPT. Terakhir, menyediakan kemudahan akses dan penyediaan kredit dengan bunga rendah, untuk industri TPT.

Pada kesempatan serupa, Rizky turut membahas penyerapan tenaga kerja. Hal itu menjadi sorotan akhir-akhir ini. Untuk tenaga kerja, pada 2024, sektor tekstil dan pakaian jadi menyerap karyawan sebesar 3.873.127 orang. Industri TPT ini berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 19,19 persen, dari keseluruhan sektor industri manufaktur. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement