REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS kini berada di level sekitar Rp 15.600 per dolar AS. Faktor prospek melonggarnya penurunan suku bunga The Fed jadi sentimen kuat yang memengaruhi pergerakan mata uang Garuda yang fluktuatif. Di samping itu juga, sentimen dari prospek ekonomi Indonesia yang positif.
Mengutip Bloomberg, rupiah ditutup menguat 31,50 poin atau 0,20 persen menuju level Rp 15.655 per dolar AS pada perdagangan Selasa (8/10/2024). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah bergerak melemah di level Rp 15.687,5 per dolar AS.
“Investor mempertimbangkan prospek suku bunga AS setelah laporan pekerjaan yang kuat minggu lalu memupuskan harapan untuk penurunan suku bunga yang besar. Sementara meningkatnya ketegangan di Timur Tengah merusak sentimen risiko,” kata Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi, Selasa (8/10/2024).
Ibrahim mengatakan, para pedagang telah mengubah secara drastis ekspektasi pelonggaran moneter mereka dari Federal Reserve tahun ini. Pasar tidak lagi sepenuhnya memperkirakan penurunan suku bunga pada bulan November dan memperkirakan peluang 86 persen untuk penurunan 25 basis poin, menurut alat CME FedWatch. Hanya 50 bps pelonggaran yang diperkirakan pada Desember, turun dari lebih dari 70 bps seminggu sebelumnya.
Ia melanjutkan, Presiden Federal Reserve Bank of St. Louis Alberto Musalem telah mengatakan pada Senin bahwa ia mendukung lebih banyak penurunan suku bunga karena ekonomi bergerak maju di jalur yang sehat, sambil mencatat bahwa sudah sepantasnya bagi Fed untuk berhati-hati dan tidak berlebihan dalam pelonggaran moneter.
Lebih lanjut, sentiment lainnya adalah imbal hasil obligasi pemerintah AS 10 tahun acuan tetap berada di atas 4 persen pada jam perdagangan Asia, setelah menyentuh level tersebut pada Senin untuk pertama kalinya dalam dua bulan karena para pedagang mengurangi taruhan pada pemotongan suku bunga yang sangat besar.
“Fokus investor minggu ini adalah pada laporan inflasi yang akan dirilis pada Kamis serta risalah rapat Fed bulan September yang dijadwalkan akan dirilis pada Rabu, ujar Ibrahim.
Sementara itu, sentimen dari dalam negeri datang dari faktor proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat. Itu mengacu pada data Bank Dunia atau World Bank.
“Bank Dunia atau World Bank mengerek naik proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2024 dan 2025, yang masing-masing menjadi sebesar 5 persen dan 5,1 persen. Sebelumnya, dalam perkiraan Bank Dunia yang rilis pada April lalu, lembaga internasional tersebut memberikan estimasi ekonomi Indonesia di angka 4,9 persen pada 2024 dan 5 persen pada 2025,” jelasnya.
Adapun, dalam laporan East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2024, Bank Dunia melihat kawasan Asia Timur dan Pasifik yang sedang membangun terus bertumbuh lebih cepat daripada kawasan lain di dunia, meski masih lebih lambat daripada sebelum pandemi Covid-19.
Wakil Presiden Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik Manuela V. Ferro menyampaikan secara umum proyeksi pertumbuhan di kawasan ini berada pada angka 4,8 persen pada 2024, dan melambat ke 4,4 persen pada 2025.
“Meski secara umum diproyeksikan melambat, Bank Dunia menyoroti Indonesia akan terus tumbuh yang ditopang oleh meningkatnya konsumsi dalam negeri, pulihnya ekspor barang, dan kembali bergairahnya sektor pariwisata. Di antara negara-negara besar, pada 2024 dan 2025 hanya Indonesia yang diperkirakan bertumbuh setara atau di atas tingkat pertumbuhan sebelum pandemi,” jelas Ibrahim.
Secara umum, proyeksi Bank Dunia terhadap Indonesia tersebut mendekati harapan pemerintah di angka 5,2 persen pada tahun ini dan tahun depan. Sementara pada kuartal II/2024, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,05 persen (year on year/yoy) dan 5,08 persen secara tahun berjalan (year to date/ytd).
“Untuk perdagangan besok (Rabu 9/10/2024), mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.640—Rp15.740 per dolar AS,” tutupnya.