REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan ia mendapat mandat oleh Presiden Joko Widodo untuk melakukan perbaikan-perbaikan dalam pengelolaan sektor ESDM. Waktunya hanya kurang dari dua bulan.
Ia dilantik pada Agustus 2024 lalu. Saat itu, Bahlil menggantikan Arifin Tasrif. Meski relatif singkat, tak ada alasan baginya untuk tidak melakukan yang terbaik.
"Tuntutan perintah dari Pak Presiden Jokowi itu bukan saya baru belajar, di ESDM harus tancap gas karena saya melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh pemimpin terdahulu Pak Arifin yang sudah baik saya lanjutkan, tapi kalau yang belum maka kita melakukan perbaikan," kata tokoh kelahiran Maluku Tengah ini, dalam keterangan resmi Kementerian ESDM, dikutip pada Ahad (29/9/2024).
Penataan-penataan yang dilakukan, lanjut Bahlil, diantaranya adalah upaya agar lifting minyak bumi bisa naik. Ini mengingat kondisi konsumsi minyak per hari di angka 1,5 - 1,6 juta barel. Sedangkan produksi minyak nasional hanya berada pada angka 600 ribu barel per hari.
Sehingga impor minyak membengkak. Itu mengurangi devisa negara. Keadaan demikian menjadi salah satu isu yang terus dibicarakan di sektor ESDM.
Bagaimana cara mengatasi permasalahan lifting minyak tersebut? Bahlil membeberkan usaha yang dilakukan adalah dengan reaktivasi sumur-sumur idle untuk diupayakan produksi minyaknya. Kemudian dengan mengintervensi sumur eksisting, menerapkan teknologi-teknologi sehingga diharapkan ada kenaikan produksi, seperti yang dilakukan oleh Pertamina di Blok Rokan, Riau, memanfaatkan teknologi EOR.
Berikutnya penataan percepatan perizinan juga menjadi salah satu fokus. Menteri ESDM menyebut untuk izin eksplorasi minyak dan gas bumi butuh 300 izin. "Bayangkan kalau (mengurus) izinnya satu izin satu hari, satu tahun baru urus izin. Kalau satu izin bisa selesai dalam tiga hari, berarti tiga tahun hanya buat (mengurus) izin. Jadi bayangkan ke ketidakefektifan kita terhadap usaha hulu migas," tuturnya.
Bahlil menerangkan layanan perizinan di ESDM sudah melalui Online Single Submission (OSS), namun belum maksimal karena masih harus dilakukan simplifikasi dalam perizinan. Sehingga akan dirapikan secara bertahap untuk mempercepat proses perizinan di Kementerian ESDM.
Hal lain yang akan ditata, lanjutnya, adalah bagaimana mendorong porsi pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi. Indonesia masih kekurangan 8,1 GW, atau 8.100 MW. ecara persentase masih kurang sekitar 8 persen dari target. "(Bauran EBT) kita yang harusnya sudah 23 persen di tahun depan, kita masih kurang sekitar 8,1 GW, itu sama dengan kurang lebih sekitar 8 persen kekurangan kita," ujar Bahlil.