REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyerahkan kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 kepada pemerintahan Prabowo Subianto. Peningkatan pajak itu disebut merupakan kewenangan dari pemerintahan selanjutnya untuk menentukan arah kebijakan ke depan.
“Mengenai PPN, ini kan hal-hal kaitannya dengan keputusan dari seorang Presiden Prabowo dan kabinetnya,” kata Wamenkeu II Thomas Djiwandono dalam agenda Media Gathering APBN 2025 di Serang, Banten, Rabu (25/9/2024).
Thomas menekankan agar publik menunggu Prabowo dilantik sebagai Presiden terlebih dahulu pada Oktober 2024 mendatang, lantas pembahasan peningkata PPN menjadi lebih jelas.
“Yang pentig buat bapak Presiden terpilih ini sudah ter-inform mengenai hal tersebut, dan pastilah nanti aka nada penjelasan lebih lanjut kalau sudah ada kabinet yang terbentuk,” ujar dia.
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Wahyu Utomo menegaskan bahwa pemerintah akan tetap menjalankan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), sebagai landasan. Kendati demikian, menurut penuturannya, ada pula berbagai pertimbangan yang perlu dibahas.
“Kita tetap mempertimbangkan beberapa hal, mulai dari daya beli masyarakat dan momentumnya harus tepat. Ini (kebijakan PPN 12 persen) diskresi bagi Presiden terpilih,” terangnya.
Sebelumnya diketahui, Rencana kenaikan tarif PPN 12 persen tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang HPP. Pada Pasal 7 ayat 1 UU HPP, disebutkan bahwa tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen yang sudah berlaku pada 1 April 2022 lalu, dan akan dinaikkan lagi menjadi 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.
Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan masih berkoordinasi dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto soal kebijakan tersebut. Kepastian kebijakan PPN 12 persen nantinya akan diumumkan oleh Prabowo setelah pelantikan presiden.
Di samping rencana kenaikan PPN 12 persen, UU HPP juga memberikan ruang untuk mengubah PPN menjadi paling rendah 5 persen dan maksimal 15 persen. Kemudian, Pemerintah pun telah memberikan kebijakan pembebasan PPN pada sejumlah kelompok, seperti kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi, di mana insentif ini juga dinikmati kelompok menengah hingga atas.