Selasa 03 Sep 2024 15:14 WIB

Deflasi Beruntun, Ekonom: Kebijakan Pemerintah Perlemah Daya Beli Masyarakat

Faktor deflasi banyak disebabkan oleh pelemahan daya beli.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Gita Amanda
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyoroti deflasi yang terjadi selama empat bulan berturut-turut pada Mei hingga Agustus 2024. (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyoroti deflasi yang terjadi selama empat bulan berturut-turut pada Mei hingga Agustus 2024. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyoroti deflasi yang terjadi selama empat bulan berturut-turut pada Mei hingga Agustus 2024. Huda mencatat, kondisi deflasi saat ini memang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor domestik. 

 

"Pada deflasi sebelumnya seperti di 2008-2009 misalkan, faktor krisis global menyebabkan deflasi terjadi beberapa bulan berturut-turut," ujar Huda saat dihubungi Republika di Jakarta, Selasa (3/9/2024).

 

Huda mengatakan kondisi pada saat pandemi Covid-19 juga menyebabkan faktor luar biasa menyebabkan permintaan melemah. Sementara kondisi saat ini, lanjut Huda, faktor deflasi banyak disebabkan oleh pelemahan daya beli yang disebabkan kebijakan pemerintah yang kurang tepat. 

 

"Saya melihat kondisi harga komoditas masih bisa dibilang ok, meskipun terjadi penurunan. Covid-19 sudah berjalan beberapa tahun ke belakang dan perdagangan global juga sudah dibuka," ucap Huda. 

 

Huda menilai keputusan pemerintah menaikkan harga Pertalite pada 2022 juga berkontribusi menggerus daya beli masyarakat. Pun dengan kebijakan pemerintah menaikkan tarif PPN dari 10 persen ke 11 persen pada 2023 yang menyebabkan ada kenaikan harga pada semua barang yang terkena pajak. 

 

Huda menyampaikan masyarakat, terutama kelas menengah, mengalami penurunan disposible income atau pendapatan bersih setelah pajak atau iuran. Akibatnya porsi pendapatan yang bisa mereka belanjakan juga menyusut. 

 

"Kondisi permintaan bisa jadi menurun dan menyebabkan perlambatan konsumsi masyarakat. Konsumsi kelas menengah ini memiliki proporsi mencapai 80 persen, jadi sangat berpengaruh," kata Huda. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement