Senin 02 Sep 2024 14:39 WIB

Pamer Kinerja, Erick: Setoran BUMN untuk Negara Hampir Tembus Rp 2.000 Triliun

Sejak 2020 setoran BUMN untuk negara mencapai Rp 1.940 triliun.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan peran besar BUMN terhadap negara dalam beberapa tahun terakhir, salah satunya setoran BUMN yang mencapai Rp 1.940 triliun.
Foto: Dok PSSI
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan peran besar BUMN terhadap negara dalam beberapa tahun terakhir, salah satunya setoran BUMN yang mencapai Rp 1.940 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan peran besar BUMN terhadap negara dalam beberapa tahun terakhir. Erick mengatakan BUMN berhasil meningkatkan kontribusi fiskal kepada negara melalui setoran dividen, pajak, dan penerimaan negara bukan pajak (PBNP) dalam tiga tahun terakhir. 

"Selama 2020 sampai 2023, total kontribusi kementerian BUMN kepada negara yaitu senilai Rp 1.940 triliun. Rinciannya, pajak sebesar Rp 1.391,4 triliun, lalu PNBP dan lainnya sebesar Rp 354,2 triliun, dan dividen sebesar Rp 194,4 triliun," ujar Erick saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (2/9/2024).

Baca Juga

Erick menjelaskan tren kontribusi BUMN dalam pembayaran pajak terus meningkat sejak 2020 sebesar Rp 247 triliun, 2021 sebesar Rp 278 triliun, 2022 sebesar Rp 410 triliun, dan 2023 menjadi Rp 457 triliun. Pun dengan dividen yang terus melesat hingga Rp 81 triliun pada 2023 atau naik dari 2020 yang sebesar Rp 44 triliun, 2021 dengan Rp 30 triliun, dan 2022 sebesar Rp 40 triliun. 

"Kalau kita lihat tentu kontribusi perpajakan terus meningkat karena tidak lain memang kinerja perusahaan membaik," ucap Erick. 

Untuk PBNP, lanjut Erick, memang terdapat penurunan dari Rp 86 triliun pada 2020, kemudian Rp 87 triliun pada 2021, sempat naik sebesar Rp 98 triliun pada 2022 lalu menjadi Rp 84 triliun pada 2023. 

"Adapun PNBP ini ada penurunan memang fluktuasi harga daripada sumber daya alam yang memang ada koreksi sendiri apakah itu di kelapa sawit, batu bara dan lain-lainnya," sambung Erick. 

Erick menyampaikan indikator pertumbuhan kinerja BUMN pun terlihat dari total aset BUMN yang mencapai Rp 10.402 triliun atau naik 7,8 persen per tahun dari 2020 yang sebesar Rp 8.312 triliun, total ekuitas sebesar Rp 3.444 triliun atau tumbuh 12 persen per tahun dari 2020 yang sebesar Rp 2.475 triliun.

Erick menyampaikan pendapatan BUMN pada 2023 pun mencapai Rp 2.933 triliun atau naik dari 2020 yang sebesar Rp 1.930 triliun, pun dengan laba bersih yang melonjak 11,2 persen menjadi Rp 327 triliun dari 2020 sebesar Rp 13 triliun. 

Dengan kontribusi besar BUMN tersebut, Erick berharap adanya dukungan berupa tambahan anggaran bagi Kementerian BUMN. Erick menyebut pagu anggaran Kementerian BUMN untuk 2025 sebesar Rp 277 miliar sangat rendah jika dibandingkan dengan peran besar BUMN terhadap perekonomian Indonesia. 

Erick menyampaikan alokasi anggaran Kementerian BUMN 2025 tersebut pun mengalami penurunan jika dibandingkan dengan anggaran Kementerian BUMN pada 2024 yang sebesar Rp 284,36 miliar.

"Pagu adjustment Kementerian BUMN 2024 itu Rp 284 miliar, sedangkan yang kita dapatkan di pagu anggaran 2025 ini hanya Rp 277 miliar. Ini tentu tidak sebanding dengan prestasi yang sudah didorong oleh Komisi VI ataupun prestasi yang sudah kita jalankan selama ini," lanjut Erick. 

Erick menyampaikan Kementerian BUMN pun mengajukan usulan anggaran tanbahan senilai Rp 66 miliar untuk mendukung kerja Kementerian BUMN pada 2025. Erick menyampaikan alokasi anggaran tambahan ditujukan untuk peningkatan sistem pengawasan terhadap BUMN. 

Tak hanya berhasil meningkatkan kinerja BUMN, Erick menilai peningkatan pagu anggaran dibutuhkan untuk mendorong kontribusi terhadap negara. Erick mengatakan BUMN pada 2025 mendapat target besar untuk meningkatkan jumlah dividen menjadi Rp 90 triliun atau naik dari 2024 yang sebesar Rp 85 triliun.   

"Kalau kita lihat (anggaran 2024 dan 2025) ini turun dari Rp 284 miliar ke Rp277 miliar, sedangkan kinerja dividen ini tentu meningkat secara tertata. Artinya memang perbandingannya sangat tidak berimbang," kata Erick. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement