Jumat 30 Aug 2024 09:38 WIB

'Subsidi' Kendaraan Listrik Capai Rp 9,2 T, Buat KRL Cuma Rp 4,7 T

Pengguna KRL memprotes wacana perubahan skema subsidi KRL menggunakan NIK.

Sejumlah penumpang menunggu kedatangan KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (29/4/2024). PT Kereta Commuter Indonesia mengusulkan kenaikan tarif KRL Commuterline Jabodetabek yang belum berubah sejak 2016. Rencana kenaikan tarif tersebut sudah dibahas dengan pemerintah dan masih menunggu keputusan dari Kementerian Perhubungan.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah penumpang menunggu kedatangan KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (29/4/2024). PT Kereta Commuter Indonesia mengusulkan kenaikan tarif KRL Commuterline Jabodetabek yang belum berubah sejak 2016. Rencana kenaikan tarif tersebut sudah dibahas dengan pemerintah dan masih menunggu keputusan dari Kementerian Perhubungan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyebutkan akan mengubah skema subsidi kereta rel listrik (KRL) menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Hal ini menuai protes di kalangan masyarakat, terutama pengguna KRL.

Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati mengatakan wacana penerapan penerapan tarif subsidi KRL Jabodetabek berbasiskan NIK sebenarnya sudah muncul pada 2023. Hal itu bertujuan agar subsidi angkutan umum lebih tepat sasaran.

Baca Juga

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengatakan rencana itu masih berupa wacana. "Ini merupakan bagian dari upaya Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) dalam melakukan penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dengan subsidi yang lebih tepat sasaran," katanya, Kamis (29/8/2024).

Menurut Risal, untuk memastikan skema tarif subsidi KRL betul-betul tepat sasaran, DJKA Kemenhub masih terus melakukan pembahasan dengan pihak-pihak terkait.

photo
Sejumlah penumpang bersiap menaiki KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (29/4/2024). PT Kereta Commuter Indonesia mengusulkan kenaikan tarif KRL Commuterline Jabodetabek yang belum berubah sejak 2016. Rencana kenaikan tarif tersebut sudah dibahas dengan pemerintah dan masih menunggu keputusan dari Kementerian Perhubungan. - (Republika/Putra M. Akbar)
 

Namun, wacana ini telah menuai protes di kalangan masyarakat. Menurut mereka, kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kondisi masyarakat saat ini. Bahkan, ada yang membandingkan subsidi KRL dengan subsidi kendaraan listrik yang sangat timpang. Padahal, keduanya sama-sama bertujuan untuk mengurangi emisi karbon yang merupakan tujuan pemerintah di masa depan.

"Anggaran subsidi kendaraan listrik 2024: Rp 9,2 T. Anggaran subsidi PT KAI tahun 2024: Rp 4,8 T. Zalim-nya no play play," tulis pengguna X, @sih***, diikutip Jumat (30/8/2024).

Dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 disebutkan, dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan pelayanan umum di bidang transportasi dan penyediaan informasi publik, Subsidi Public Service Obligation (PSO) dalam RAPBN tahun anggaran 2025 direncanakan sebesar Rp 7,96 triliun. Jumlah itu 0,9 persen lebih tinggi dibandingkan dengan outlook 2024.

Anggaran belanja Subsidi PSO tahun anggaran 2025 dialokasikan kepada:

  1. PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp 4.797,1 miliar untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api antara lain KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KRD ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan LRT Jabodebek.
  2. PT Pelni sebesar Rp 2.978,4 miliar untuk penugasan layanan publik bidang angkutan laut untuk penumpang kelas ekonomi melalui setidaknya 26 kapal penumpang.
  3. Perum LKBN Antara sebesar Rp 184,6 miliar dimanfaatkan untuk peningkatan akses dan kecepatan aksesibilitas informasi kebijakan, pembentukan opini positif dan citra negara, dan pemberdayaan media lokal atau berbasis komunitas agar tetap bertahan di bawah ketidakpastian global (media sustainability) melalui optimalisasi sebaran distribusi.

Sementara itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada 2023 lalu mengungkapkan anggaran subsidi untuk kendaraan listrik pada tahun ini mencapai Rp 9,2 triliun. Sekretaris Jenderal Kemenperin Dody nebgatajab insentif tersebut terbagi untuk bantuan pembelian motor listrik, mobil listrik, dan bus listrik. Subsidi ini diharapkan dapat mempercepat ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air.

Bentuk 'subsidi' kendaraan listrik tersebut adalah berupa pemotongan PPN bagi kendaraan yang memenuhi kriteria. Salah satunya adalah tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang ditentukan pemerintah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement