Kamis 15 Aug 2024 14:25 WIB

BI Dorong Digitalisasi Pengendalian Inflasi di Wilayah Jawa dengan Merilis Aplikasi

Jawa disebut berperan strategis sebagai sentra produksi pangan utama nasional.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Inflasi (ilustrasi). Bank Indonesia dorong digitalisasi pengendalian inflasi.
Inflasi (ilustrasi). Bank Indonesia dorong digitalisasi pengendalian inflasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia bersama pemerintah pusat dan daerah menyelenggarakan gerakan nasional pengendalian inflasi pangan (GNPIP) wilayah Jawa Tahun 2024 dengan fokus digitalisasi sebagai program unggulan. Langkah pengendalian inflasi tersebut ditempuh, seiring dengan banyaknya tantangan berupa peningkatan alih fungsi lahan, anomali cuaca akibat La Nina, disparitas rantai pasok, serta berbagai risiko global.

Dorongan digitalisasi itu diimplementasikan dengan meluncurkan aplikasi sistem pemantauan pasokan dan harga pangan untuk jawa yang terkendali ‘Senopati’ dan dashboard sistem pengelolaan transaksi keuangan badan usaha milik petani/daerah (BUMP/BUMD) dengan nama ‘Semar’.

Baca Juga

Asisten Gubernur Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, aplikasi ‘Senopati’ ditujukkan untuk membangun konektivitas data dan informasi untuk memantau produksi dan harga pangan secara real-time. Sementara aplikasi ‘Semar’ untuk mengoptimalkan manajemen keuangan petani dan efektivitas rantai pasok komoditas pangan.

“Kedua aplikasi tersebut diharapkan dapat memperkuat manajemen usaha tani BUMD dan BUMP, optimalisasi Kerja sama antardaerah (KAD), serta hilirisasi pangan,” kata Erwin dalam keterangan pers, dikutip Kamis (15/8/2024).

Jawa disebut berperan strategis sebagai sentra produksi pangan utama nasional seperti beras, aneka cabai, dan bawang merah. Inflasi tahunan wilayah Jawa pada periode Juli 2024 tercatat sebesar 2,10 persen (yoy), masih di bawah inflasi nasional yang sebesar 2,13 persen (yoy), dan tetap terjaga dalam kisaran target 2,5±1 persen (yoy). “Namun tantangan penurunan luas lahan dan anomali cuaca di wilayah Jawa perlu terus dicermati,” ujarnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penurunan luas lahan pertanian di Indonesia mencapai sekitar 238 ribu hektare, dan sekitar 60 persennya terjadi di wilayah Jawa. Hal ini mendorong pentingnya sinergi dan pemanfaatan data terintegrasi seperti yang dihasilkan aplikasi ‘Senopati’ dan ‘Semar’, untuk memetakan lahan-lahan potensial, merumuskan strategi penguatan hilirisasi, dan keseimbangan pasokan sehingga ketahanan pangan yang berkelanjutan dapat terwujud.

“Bank Indonesia meyakini sinergi dan kolaborasi dari seluruh TPID di Wilayah Jawa maupun nasional yang adaptif dan inovatif, mampu mewujudkan stabilitas inflasi yang terjaga sesuai target inflasi pada rentang 2,5 persen ± 1 persen,” terangnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement