REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penerapan smart farming pada setiap tahapan rantai pasok dinilai menjadi solusi untuk menjawab tantangan di sektor pangan nasional. Saat ini sektor pangan nasional memiliki sejumlah tantangan, antara lain, terkait produktivitas pertanian dan kualitas produk pangan yang perlu ditingkatkan.
Direktur Supply Chain Management dan Teknologi Informasi PT Rajawali Nusantara Indonesia/ID FOOD Bernadetta Raras, mengatakan, setiap pelaku industri yang menjadi bagian ekosistem pangan nasional perlu memiliki komitmen dan roadmap dalam penerapan smart farming, sehingga transformasi sektor pertanian nasional berjalan secara terukur dan berkelanjutan.
Terkait urgensi smart farming tersebut, Raras menjelaskan, Holding BUMN Pangan ID FOOD telah menjalankan roadmap penerapan smart farming di sejumlah lini bisnisnya. “Penting untuk ID FOOD menerapkan smart farming. Sebab, sebagai holding BUMN Pangan yang dibentuk pemerintah, ID FOOD memiliki tugas besar menjaga ketahanan pangan nasional serta meningkatkan inklusifitas petani, peternak, nelayan, dan UMKM,” kata dia dalam siaran pers, Jumat (2/8/2024).
Dia mencontohkan, industri gula yang menjadi lini bisnis ID FOOD mengadopsi teknik pertanian pintar yang melibatkan penginderaan jarak jauh, sensor, dan internet of things (IoT). Dengan penerapan smart farming tersebut, ID FOOD mampu mengolah tebu dari 50 ribu hektare lahan setiap tahun sambil memaksimalkan produksinya.
"Langkah ini memberikan perbaikan signifikan dalam proses bisnis perusahaan. Dari sisi manajemen misalnya, konektivitas sistem yang dihasilkan mendukung proses pengambilan keputusan cepat dan tepat, serta membantu sistem peringatan dini yang dapat menghindarkan perusahaan dari kerugian atau kehilangan produksi," jelasnya.
Sementara dari sisi produksi, penerapan smart farming penting untuk menjaga akurasi pelaksanaan budi daya tebu, mulai dari tanam hingga panen atau tebang, sehingga meningkatkan produktivitas tebu dan gula ID FOOD. Dampaknya, penjualan gula ID FOOD pada tahun lalu tumbuh 5 persen menjadi 421 ribu ton.
Sedangkan dari sisi keuangan, lanjut Raras, penerapan smart farming juga berdampak positif, seperti pengurangan biaya atau efisiensi dan peningkatan pendapatan. Di lini bisnis gula sendiri, pada 2023 terjadi peningkatan pendapatan 14 persen menjadi Rp 5,6 triliun dibandingkan tahun sebelumnya.
Segala pertumbuhan tersebut tentu tidak dapat dilepaskan dari penerapan digitalisasi teknologi perusahaan secara bertahap, sesuai roadmap smart farming yang disusun.
“Smart farming berdampak finansial yang besar dibanding metode tradisional, dengan biaya tahunan yang lebih rendah untuk tenaga kerja dan peralatan. Penghematan biaya ini bisa diinvestasikan kembali ke dalam penelitian untuk meningkatkan hasil panen,” kata dia.