REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa negara mendapatkan pendapatan yang cukup besar dari implementasi Sistem Informasi Mineral dan Batubara Kementerian/Lembaga (Simbara). Di antaranya berhasil memperoleh penerimaan negara hingga triliunan rupiah dari integrasi Simbara.
“Dengan Simbara, kita bisa melakukan pencegahan terhadap illegal mining. Ada Rp 3,47 triliun yang bisa dicegah melalui berbagai penambangan ilegal,” kata Sri dalam acara ‘Launching dan Sosialisasi Implementasi Komoditas Nikel dan Timah melalui Simbara’ di Kantor Kemenkeu, Senin (22/7/2024).
Selain memperoleh pendapatan dari penambangan ilegal, Sri mengatakan melalui Simbara, negara juga memperoleh penambahan pendapatan negara dengan melakukan analisa data dari profil risiko pelakunya dan mencegah kebocoran senilai Rp 2,53 triliun.
“Kemudian untuk mereka yang memiliki piutang, artinya belum membayar kewajiban PNBP-nya, maka kita bisa melakukan satu blocking system bersama-sama, sehingga dia tidak bisa lepas akhirnya mereka comply dengan membayar piutangnya sebelum mereka mengekspor batubaranya, yaitu Rp 1,1 triliun. Itu cuma dari batubara ya,” jelasnya. Sehingga jika diakumulasi jumlahnya menjadi Rp 7,1 triliun.
Menurut catatan Kemenkeu, penerimaan negara pada 2022 dari Simbara mencapai Rp 183,5 triliun. Kemudian pada 2023, penerimaan negara mencapai Rp 172,9 triliun, atau naik 18 persen di atas target APBN. Padahal pada tahun itu pergerakan harga komoditas tengah turun.
Dengan potensi Simbara yang besar dan signifikan pengaruhnya bagi penerimaan negara, Sri mengatakan pengembangan Simbara untuk komoditas-komoditas lainnya memang perlu dilakukan.
Pada Senin (22/7/2024) Simbara pun diperluas ke komoditas nikel dan timah. Sri Mulyani bersama dengan sejumlah menteri termasuk Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan baru saja meluncurkan Simbara untuk komoditas nikel dan timah.
“Makanya kalau sekarang dengan nikel dan timah, ini akan memberikan dampak pada penerimaan negara yang lebih besar juga,” ujarnya.