Kamis 20 Jun 2024 16:33 WIB

Mengurai Utang Indonesia yang Dinilai Aman dan Produktif

Rasio utang Indonesia terhadap PDB tercatat 38,7 persen.

Rasio utang negara dinilai aman dan produktif di posisi 38,7 persen.
Foto: Republika/ Wihdan
Rasio utang negara dinilai aman dan produktif di posisi 38,7 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rasio utang luar Indonesia disebut masih aman dan produktif. Perbandingannya terhadap PDB juga masih termasuk terendah di negara-negara Asia.

Kapasitas pembayaran utang dinilai masih bagus, ditambah dengan sikap kreditor yang tidak mempersoalkan rasio utang. Indonesia hanya sedikit lebih tinggi dari Kamboja yang rasio utangnya 35,3 persen.

Baca Juga

Rasio utang Indonesia terhadap PDB tercatat 38,7 persen. Negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Filipina masing-masing punya rasio 61,1 persen, 60,9 persen, dan 60,0 persen. Singapura sebesar 168 persen, China 77,1 persen, India 86,6 persen dan Jepang sebesar 264 persen.

Pengamat Ekonomi Ryan Kiryanto mengatakan rasio utang masih terbilang aman. Mengingat regulasi UU mengatur rasio utang negara diperbolehkan hingga batas 60 persen.

 

"Sejauh ini posisi ULN Indonesia relatif aman atau terkendali,” kata Ryan.

Menurutnya, utang tersebut juga masih tergolong produktif sehingga turut mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Komposisi penyumbang utang pun yaitu Surat Berharga Negara (SBN) yang mayoritas, atau lebih dari 80 persen adalah tenor panjang.

Secara risiko pasar, utang Indonesia tergolong berisiko rendah karena 82 persen berbunga tetap. Utang, khususnya utang luar negeri tidak terpengaruh dengan suku bunga.

Ryan menilai utang negara masih dalam batas wajar jika masih lebih rendah dari 60 persen. Namun tentu saja ini harus memperhitungkan kemampuan fiskal pemerintah, pemanfaatan atau penggunaan utang, dan tetap mendorong pertumbuhan.

Rasio utang ini juga tidak akan menjadi masalah jika pertumbuhan ekonomi terus meningkat. Produk Domestik Bruto (PDB) yang terus naik akan memperkecil rasio utang sehingga masih dalam batasan rendah.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement