REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya menilai perlunya terobosan baru dalam mengatasi tingginya angka backlog rumah di Indonesia. Bambang berharap pemerintah baru, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, memisahkan Kementerian Pekerjaan Umum dengan Kementerian Perumahan Rakyat.
"Oktober 2024 ada presiden baru, ada kemungkinan punya kementerian khusus perumahan rakyat, semoga," ujar Bambang saat dihubungi Republika di Jakarta, Jumat (6/6/2024).
Bambang menyampaikan kementerian khusus perumahan tersebut nantinya akan bertanggung jawab dalam pelaksanaan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Bambang mengatakan masyarakat memerlukan konsep Tapera yang tidak memberatkan serta memberikan manfaat bagi pekerja yang membutuhkan perumahan atau yang telah memiliki rumah.
"Biar kementerian tersebut nanti yang atur, sekarang sampai Oktober masifkan sosialisasi dan diskusi sehingga nanti jika betul ada kementerian perumahan rakyat, sudah ada peta jalannya," ucap Bambang.
Bambang menyebut gagasan ini dapat menjadi solusi atas kontroversi Tapera yang menuai reaksi dari publik. Bambang meyakini upaya pemerintah dalam mengurangi backlog rumah akan lebih optimal jika ada kementerian yang khusus menangani sektor perumahan.
"Terakhir yang saya dengar, menurut Menteri PUPR dan Menkeu, Tapera ditunda atau bahkan bisa dibatalkan karena mengundang kontroversi dan penolakan yang masif," ucap Bambang.
REI, lanjut Bambang, berkomitmen mendukung upaya pemerintah meningkatkan penyediaan rumah bagi masyarakat. Bambang mengatakan REI akan terus berkolaborasi dalam mendukung pemerintah mengurangi backlog rumah.
"Sebenarnya Tapera sudah digulirkan sejak 2016 dan beberapa aturan yamg mendukung program pemerintah untuk pengadaan perumahan rakyat pasti kami dukung untuk memenuhi kebutuhan backlog perumahan yang masih lebih dari 12 juta," lanjut Bambang.
Namun, Bambang tak menampik jika aturan Tapera memiliki sejumlah poin yang cukup kontroversi dan mendapat penolakan dari berbagai pihak. Bambang mencontohkan terkait kewajiban bagi pekerja swasta mengikuti program tersebut yang disebut memberatkan.
"Perlu sosialisasi yang lebih panjang tehtang hak dan kewajiban serta perlu sosialisasi proses skema Tapera tersebut," kata Bambang.