Rabu 01 May 2024 14:45 WIB

Peneliti: Pemerintah Diharapkan Angkat Industri Baja Nasional

Pembatasan impor baja harus lekas dilakukan dengan tetap hati-hati.

Industri baja berkelanjutan (ilustrasi).
Foto: ist.
Industri baja berkelanjutan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Lay Monica menyatakan industri baja nasional saat ini dalam kondisi sulit, sehingga pemerintah diharapkan mampu mengangkatnya dari permasalahan yang dihadapi.

"Kondisi baja nasional sedang sulit. Permasalahannya sangat kompleks. Menurut saya, ini pekerjaan rumah yang harus diperhatikan pemerintah," kata Monica melalui sambungan telepon di Jakarta, Selasa (30/4/2024).

Baca Juga

Selain turunnya harga komoditas baja dalam setahun terakhir, persoalan yang dihadapi industri baja saat ini adalah banjirnya impor baja yang tidak sesuai standar, terutama dari China. Serta masih maraknya penggunaan teknologi yang berakibat pada tingginya emisi, contohnya induction furnace.

Terkait impor baja yang tidak sesuai standar, misalnya, Monica sependapat bahwa larangan dan pembatasan (lartas) impor melalui Permendag 36/2023 juncto 3/2024 perlu segera diimplementasikan. Termasuk realisasi Permenperin I/2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya yang berlaku pada tanggal 3 Januari 2024.

"Hanya saja, implementasi tentu harus dilakukan dengan bijak dan hati-hati, agar berdampak positif pada semua sektor. Larangan terbatas pada baja harus diberlakukan, tapi dengan hati-hati dan selektif," kata Monica lagi.

Sementara terkait penggunaan teknologi yang berdampak pada tingginya emisi, menurut dia, juga harus dibenahi.

Memang, katanya lagi, soal teknologi ramah lingkungan cukup dilematis. Di satu sisi karena terkait investasi yang sangat mahal, tetapi di sisi lain juga menjadi tantangan dekarbonisasi yang juga harus dihadapi.

"Ini adalah tantangan besar dan harus mulai dilakukan bertahap, karena krisis iklim itu nyata," katanya pula.

Oleh karena itulah, menurut dia lagi, diharapkan peran berbagai pihak, termasuk pemerintah untuk mempermudah transfer teknolog, antara lain melalui regulasi, pemberian insentif, kerja sama untuk transfer teknologi, dan menciptakan pasar untuk green steel.

Sebelumnya, Chairman Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) Purwono Widodo menyatakan dampak realisasi larangan dan pembatasan (lartas) impor melalui Permendag 36/2023 junco 3/2024 yang belum membuahkan hasil mengatasi banjir impor besi dan baja.

Padahal sesuai data Kementerian Koordinator Perekonomian, ujarnya pula, kondisi pasokan global mengalami oversupply hingga 632 juta ton. Tercatat periode Januari-Oktober, impor besi baja China ke Indonesia mencapai 3,35 juta ton meningkat 28,1 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.

"Kondisi demikian tentu membuat industri saat ini sangat was-was," katanya lagi.

Terkait hal itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan pada Jumat (26/4/2024) lalu menginspeksi mendadak pabrik baja milik investor China PT Hwa Hok Steel di Serang, Banten.

Pada kesempatan itu Mendag menemukan besi beton tak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 27.078 ton senilai Rp 257 miliar lebih.

"Risikonya kalau tidak memenuhi SNI tentu berbahaya. Kalau jalan bisa miring, kalau gedung bisa roboh, dan akan merugikan konsumen," kata Mendag saat peninjauan pemusnahannya.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement