REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong hilirisasi industri sebagai salah satu kebijakan strategis guna meningkatkan kinerja sektor industri manufaktur di Tanah Air. Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier, mengatakan, di sektor industri baja, hilirisasi juga terus didorong guna membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Taufiek mengungkapkan jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi triwulan kedua tahun 2023, sektor logam tumbuh 11,49 persen, di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 5,7 persen. Pertumbuhan ini dilihatnya sebagai potret industri baja yang terus tumbuh lebih tinggi.
"Kita pernah tumbuh sampai 20 persen. Dan kini dengan hadirnya investasi di sektor hilir, ini akan menumbuhkan kapasitas dan kontinuitas produk yang dapat menjadi bagian dari subtitusi impor,” kata Taufiek saat meresmikan pabrik pewarnaan baja lapis PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group) di Sadang, Purwakarta, Jawa Barat.
Taufiek menjelaskan hadirnya investasi karena hilirisasi membutuhkan inovasi dari para pelaku usaha. Inovasi inilah yang kemudian menumbuhkan kapasitas dan kontinuitas produk yang bisa diterima masyarakat sehingga bisa menjadi bagian dari subtitusi impor.
Karena itu Taufiek mengapresiasi PT Tata Metal Lestari yang terus melakukan inovasi dari hulu hingga hilir sehingga produk-produknya memiliki nilai tambah. Tak hanya untuk perusahaan, namun juga bagi pelaku usaha lain dan masyarakat sekitarnya.
“Secara inovasi, pelapisan warna atau colour coating line pada baja lapis produksi PT Tata Metal Lestari ini pasarnya saya lihat cukup besar karena banyak kelebihannya. Contohnya jadi lebih tahan cuaca ekstrem, dan tentunya jadi lebih tahan lama," ujar dia. "Kami juga akan mendorong agar industri di sektor baja lain juga bisa mengikutinya.”
Taufiek menambahkan, pemerintah sudah menyiapkan berbagai instrumen untuk membantu penyerapan produk hilirisasi industri. Apalagi untuk produk dengan TKDN 65 persen seperti produk yang dihasilkan PT Tata Metal Lestari ini.
Menurutnya pembangunan di Indonesia harus diisi dengan produk-produk dalam negeri. Untuk itu sudah menjadi bagian dari kebijakan Kemenperin untuk terus mendorong kebijakan-kebijakan yang berpihak pada industri dalam negeri seperti kebijakan sertifikat industri hijau, SNI, dan lain-lain.
Pada kesempatan yang sama, Vice Presiden PT Tata Metal Lestari (Tatalogam Group), Stephanus Koeswandi, menjelaskan peresmian pabrik colour coating line kali ini merupakan bagian dari project yang diberi nama Phoenix Project. Nama Phoenix Project diambil sebagai filosofi karena burung phoenix merupakan lambang kebangkitan. Dengan demikian, ia berharap project ini juga dapat membantu bangkitnya perekonomian Indonesia pasca pandemi Covid 19 beberapa waktu lalu.
Stephanus menyebutkan Phoenix Project terbagi menjadi tiga fase. Fase pertama, pihaknya menginvestasikan dana hingga Rp 1,5 triliun untuk membangun pabrik pewarnaan baja lapis yang ramah lingkungan.
Dengan beroperasinya pabrik tersebut diharapkan mampu menimbulkan multiplier effect pada para pelaku UMKM, IKM, rumah tangga di sekitar lokasi, hingga industri lain. Khususnya industri roll forming di Indonesia sehingga mereka bisa mendapatkan akses ke bahan baku yang baik dan berkualitas.
“Pada fase pertama ini, kami meresmikan pabrik colour coating line dengan mesin paling mutakhir produksi Ukraina yang dapat memproduksi 95 ribu ton baja lapis warna per tahun," ujarnya.
Colour coating line merupakan proses pewarnaan atau proses lanjutan khususnya untuk mendukung program pemerintah pada hilirisasi di industri baja.