Jumat 29 Mar 2024 07:45 WIB

China akan Sumbang Lebih dari Seperempat Penjualan Mobil Listrik di Eropa pada 2024

19 persen mobil listrik yang dijual tahun lalu di Eropa berasal dari China.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Friska Yolandha
Seseorang memegang colokan ke soket mobil di terminal pengisian daya untuk kendaraan bertenaga listrik. (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE/STEPHANIE LECOCQ
Seseorang memegang colokan ke soket mobil di terminal pengisian daya untuk kendaraan bertenaga listrik. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kendaraan listrik buatan China akan menyumbang lebih dari seperempat penjualan kendaraan listrik di Eropa tahun ini, dengan pangsa negara tersebut meningkat lebih dari 5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Demikian menurut sebuah analisis dari Federasi Transportasi dan Lingkungan Eropa (T&E).

Menurut laporan tersebut, sekitar 19,5 persen kendaraan listrik bertenaga baterai yang dijual di Uni Eropa tahun lalu berasal dari China, dengan hampir sepertiga dari penjualan di Prancis dan Spanyol merupakan kendaraan listrik yang dikirim dari negara Asia tersebut.

Baca Juga

Pangsa kendaraan buatan China di wilayah ini diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 25 persen pada tahun 2024, menurut penelitian T&E, karena merek-merek China seperti BYD meningkatkan ekspansi global mereka.

Meskipun sebagian besar kendaraan listrik yang dijual di Uni Eropa berasal dari merek-merek Barat seperti Tesla, yang memproduksi dan mengirimkan mobil listrik dari China, merek-merek China sendiri diperkirakan akan menguasai 11 persen pasar di kawasan ini pada tahun 2024. Pangsa tersebut dapat mencapai 20 persen pada tahun 2027, menurut prediksi T&E.

Temuan ini muncul ketika Komisi Eropa menyelidiki subsidi yang diberikan kepada produsen kendaraan listrik di China untuk menentukan apakah mereka secara tidak adil melemahkan perusahaan lokal. Merek-merek non-China yang dikirim dari China, seperti Tesla dan BMW, dapat diikutsertakan dalam penyelidikan subsidi yang sedang berlangsung.

Menurut Tu Le, pendiri Sino Auto Insights, insentif yang diberlakukan di China pada awal 2010-an menyebabkan lonjakan startup dan peningkatan kapasitas sel baterai di negara tersebut, membuka jalan bagi kendaraan listrik yang terjangkau.

"Uni Eropa dan AS sangat jauh tertinggal karena mereka tidak memiliki kendaraan listrik berkualitas dengan harga terjangkau, karena produsen mobil lama baru fokus pada desain & rekayasa," kata dia seperti dilansir CNBC, Kamis (28/3/2024).

T&E menyarankan agar tarif kendaraan listrik dinaikkan setidaknya 25 persen dari 10 persen saat ini, agar mobil listrik "menengah" seperti sedan dan SUV dari China menjadi lebih mahal dibandingkan mobil sejenis di Uni Eropa.

Namun, kelompok pembuat kebijakan tersebut mengatakan bahwa hal ini juga akan mengharuskan Eropa untuk menjadi lebih mandiri dalam produksi sel baterai untuk industri mobil listrik domestik.

"Teka-teki yang mereka hadapi adalah bahwa mereka tidak dapat membangun EV yang terjangkau (dan menguntungkan) tanpa baterai China, karena China jauh di depan Uni Eropa & AS dalam hal pertambangan mineral, penyulingan dan manufaktur," kata Le dari Sino Auto Insights.

Menanggapi risiko kebijakan yang terkait dengan pengiriman mobil listrik buatan China ke Eropa, produsen yang berbasis di China seperti Tesla dan BYD telah meningkatkan upaya produksi di benua tersebut. Tesla berusaha memperluas pabrik perakitannya di Jerman, sementara BYD berencana untuk membangun pabrik di Hungaria.

"Tujuannya adalah untuk melokalisasi rantai pasokan kendaraan listrik di Eropa sambil mempercepat dorongan kendaraan listrik, untuk memberikan manfaat ekonomi dan iklim secara penuh," ujar T&E dalam laporannya.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement