Kamis 29 Feb 2024 00:59 WIB

Potensi Besar, Kemenkop Dorong Industri Furnitur Ramah Lingkungan

Kemenkop mendukung pertumbuhan wirausaha baru yang ramah lingkungan

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) mendukung pertumbuhan wirausaha baru yang ramah lingkungan. Terutama di bidang furnitur dan kerajinan, mengingat potensi pertumbuhan wirausaha ramah lingkungan terus meningkat dari waktu ke waktu.

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, hasil riset Kemenkop dan UNDP tahun 2021 menunjukkan, sebanyak 84 persen pelaku usaha termasuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tertarik pada bisnis ramah lingkungan. Sebanyak 58 persen pelaku usaha memulai bisnis guna memperbaiki lingkungan dan 56 persen memproduksi pakaian ramah lingkungan, produk rendah karbon, dan sistem pengurangan limbah.

"Kami berkomitmen terus mendukung industri perabot (furnitur) dan kerajinan agar dapat berkembang secara berkelanjutan. Kami percaya kerja sama antara pemerintah, industri, dan lembaga terkait akan membawa kita menuju masa depan yang lebih baik," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (27/2/2024).

Menkop menjelaskan, kinerja UMKM sektor furnitur pada 2021-2023 mencapai 2,8 miliar dolar AS. Lalu jumlah serapan tenaga kerja langsungnya sebanyak 805 ribu. 

Hanya saja, kata dia, untuk kinerja sektor kerajinan tangan masih belum mampu mengungguli kinerja subsektor kuliner atau fashion.

Salah satu dukungan yang diberikan Kemenkop mendukung wirausaha berkelanjutan di sektor furnitur dan kerajinan yaitu membangun Rumah Produksi Bersama (RPB) komoditas rotan di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. RPB ini bertugas mengolah bahan baku rotan menjadi bahan baku setengah jadi seperti Fitrit dan Poles, serta Furnitur.

Dibangun pula RPB di Labuan Bajo, NTT untuk memproduksi bambu laminasi sebagai bahan pengganti kayu. Bersama Pemerintah Daerah NTT, KemenKopUKM telah membudidayakan bambu di lahan seluas 100 ribu hektare.

"Bersama Pemda kita akan kembangkan menjadi sekitar 100 ribu hektare lahan (untuk budidaya bambu). Ini potensi yang sangat besar untuk mengembangkan dan memproduksi timber untuk furnitur," kata Teten.

Meski potensi ekonomi dari produk furnitur dan kerajinan ramah lingkungan sangat tinggi, namun ternyata masih ada berbagai kendala yang menghadang. Permasalahan jaminan ketersediaan bahan baku dan biaya logistik yang tinggi menjadi permasalahan yang harus dituntaskan.

Demi menyelesaikan permasalahan tersebut, Menkop mengajak seluruh pemangku kepentingan berupaya mencari solusi bersama demi kelangsungan dan pertumbuhan sektor ini. Sementara, terkait permasalahan pemasaran, pemerintah secara aktif memfasilitasi dan mendukung pameran Industri Furniture IFFINA oleh ASMINDO, KRIYANUSA oleh Dekranas, IFEX oleh HIMKI, dan SAEXPO 2023. 

Kemudian dilakukan inisiasi pengembangan Indonesia Trading House (ITH) di China dan Singapura untuk mengembangkan pasar internasional. "Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjamin ketersediaan bahan baku, memperkuat pasar dalam negeri dan meningkatkan ekspor yang pada gilirannya akan berkontribusi pada pendapatan daerah dan devisa negara," kata Teten.

Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Dedy Rochimat membenarkan, permintaan produk furnitur dan kerajinan ramah lingkungan di pasar internasional terus meningkat. Pada 2022, permintaan furnitur ramah lingkungan mencapai 51,02 miliar dolar AS.

Meski angka ini baru mencapai 6,7 persen dibandingkan permintaan furnitur secara keseluruhan, yakni sebesar 766 miliar dolar AS, namun pada 2060, permintaan furnitur ramah lingkungan diperkirakan mencapai lebih dari 25 persen dari keseluruhan permintaan furnitur. "Indonesia berpotensi besar untuk menjadi pusat pengembangan dan produksi furnitur terbesar di dunia. Kita punya kekayaan alam berlimpah di 17 ribu pulau terutama terkait dengan ketersediaan bahan baku furnitur yang berkelanjutan," katanya.

 

Ia menuturkan, permintaan furnitur di Kawasan Asia diperkirakan mencapai 179,20 miliar dolar AS pada 2024. Sebesar 5,23 persen atau 9,37 miliar dolar AS di antaranya disumbang oleh permintaan furnitur ramah lingkungan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement