REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat otomotif Bebin Djuana mengemukakan bahwa upaya penyediaan fasilitas isi daya kendaraan elektrik (Electric Vehicle/EV) memerlukan dukungan dari produsen kendaraan.
"Paling tidak di jaringan diler masing-masing tersedia fasilitas charging (pengisian daya)," katanya saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Ia menyampaikan, dukungan produsen diperlukan untuk menyeimbangkan pertumbuhan penggunaan kendaraan elektrik dengan ketersediaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
"Karena mobilitas masyarakat Indonesia sangat tinggi dan negara kita besar sekali," kata lulusan jurusan teknik mesin Universitas Trisakti yang pernah bekerja di Hyundai itu.
"Mereka yang sudah memiliki EV yang paling merasakan cukup atau tidaknya tempat charging," katanya.
Ia mengatakan bahwa produsen yang memasarkan produk EV di Indonesia sudah mulai memperhatikan penyediaan fasilitas pengisian daya kendaraan listrik bagi konsumen.
Sebagai contoh, PT Neta Auto Indonesia (NAI) selaku agen pemegang merek mobil elektrik NETA sudah menyediakan fasilitas pengisian daya cepat di diler mereka yang ada di daerah Jakarta Utara.
Sementara itu, PT PLN sudah memasok listrik bagi 1.124 SPKLU dan 1.839 Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) di 427 lokasi. PLN juga menawarkan layanan pemasangan perangkat pengisian daya kendaraan listrik di rumah.
Menurut laporan hasil studi International Council on Clean Transportation (ICCT) pada Februari 2024 tentang kebutuhan infrastruktur mobil listrik, Indonesia diperkirakan memerlukan 25.600 SPKLU di tempat-tempat tujuan umum, lokasi dalam perjalanan umum, dan tempat kerja pada 2030.
Laporan hasil studi yang ditulis oleh Tenny Christiana, Logan Pierce, Chelsea Baldino, dan Jacob Schmidt itu menyebutkan, investasi yang dibutuhkan untuk membangun 25.600 unit stasiun pengisian daya kendaraan listrik mencapai 597 juta dolar AS (atau Rp 8,86 triliun).