REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan pelaksanaan mandatori pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel pada 2023 telah menghasilkan penghematan devisa negara mencapai sebesar 7,9 miliar dolar AS atau setara Rp 120,54 triliun.
"Penghematan devisa negara tersebut terjadi karena kita bisa mengurangi importasi bahan bakar solar, termasuk crude (minyak bumi mentah), karena kita bisa mencampur dengan FAME (fatty acid methyl ester)," katanya dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (16/1/2024).
Arifin menyampaikan, pada 2023, pemanfaatan biodiesel untuk memenuhi pasar domestik mencapai sebesar 12,2 juta kiloliter atau mengalami kenaikan 16,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 10,45 juta kiloliter. Jumlah pemanfaatan biodiesel di dalam negeri pada 2023 tersebut juga melebihi target yang ditetapkan atau 114,5 persen dari target yang dipatok sebesar 10,65 juta kiloliter. Kemudian, pada 2024, pemerintah telah menargetkan pemanfaatan biodiesel untuk pasar dalam negeri meningkat lagi menjadi sebanyak 12,5 juta kiloliter.
Arifin menuturkan volume penggunaan biodiesel untuk kebutuhan domestik melalui program mandatori biodiesel, terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada 2020, tercatat sebanyak 8,4 juta kiloliter, kemudian, naik menjadi 9,3 juta kiloliter pada 2021 dan pada 2022 berada di angka 10,45 juta kiloliter.
"Pada tahun 2023, juga telah diluncurkan program mandatori biodiesel ke bahan bakar fosil dengan persentase mencapai 35 persen atau program B35," sebutnya.
Arifin menambahkan efek ekonomi lainnya dari program mandatori biodiesel ialah terjadi peningkatan nilai tambah dari produk minyak sawit mentah (crude palm oil atau CPO) menjadi bahan bakar biodiesel sebesar Rp 15,82 triliun.
Serta, terjadi penyerapan tenaga kerja yang juga besar, yakni lebih dari 11.000 tenaga kerja off-farm dan mencapai 1,5 juta pekerja on-farm.