Selasa 09 Jan 2024 16:22 WIB

Panen Mundur Dua Bulan, Pengamat Ingatkan Persediaan Beras Jadi Masalah Krusial

Ada jumlah besar yang dikeluarkan untuk bantuan beras hingga Juni.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Lida Puspaningtyas
Warga antre membeli beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) seharga Rp52 ribu per kemasan lima kilogram saat Gerakan Pangan Murah di Kelurahan Bangsal, Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (23/10/2023). Badan Pangan Nasional bersama Perum Bulog melaksanakan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran beras murah sebanyak 24 ton di Kota Kediri selama tiga hari sebagai upaya membantu masyarakat mendapatkan kebutuhan beras terjangkau dan berkualitas.
Foto: ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
Warga antre membeli beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) seharga Rp52 ribu per kemasan lima kilogram saat Gerakan Pangan Murah di Kelurahan Bangsal, Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (23/10/2023). Badan Pangan Nasional bersama Perum Bulog melaksanakan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran beras murah sebanyak 24 ton di Kota Kediri selama tiga hari sebagai upaya membantu masyarakat mendapatkan kebutuhan beras terjangkau dan berkualitas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori mengingatkan ketersediaan pasokan beras menjadi hal krusial yang harus diantisipasi Pemerintah. Hal ini mengingat mundurnya musim tanam hingga dua bulan yang berpengaruh pada produksi beras nasional.

"Tanam dalam jumlah besar mundur dua bulan dari biasanya artinya panen mundur, implikasi paceklik tambah panjang, itu krusial. Apalagi bulan depan momentum Pilpres, Maret Ramadhan, kemudian Idul Fitri yang dikuti kenaikan konsumsi beras," ujar Khudori dalam keterangannya kepada Republika, Selasa (9/1/2024).

Baca Juga

Kendati pun stok beras di Bulog saat ini sebagaimana disampaikan Dirut Bulog maupun Badan Pangan Nasional ada sekitar 1,26 juta ton secara fisik dan 400 ton masih dalam perjalanan atau total 1,6-1,7 juta ton tidak begitu saja melegakan. Hal ini karena bantuan pangan beras dari Pemerintah dilanjutkan hingga Juni sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo.

Artinya, ada jumlah besar yang dikeluarkan untuk bantuan beras hingga Juni mendatang setiap bulan dengan asumsi 22 juta sasaran rumah masing-masing 10 kilogram yakni 220 ribu ton beras per bulan. Kondisi ini ditambah dengan konsumsi beras di pasaran dimana masih terbatas akibat El Nino.

"Coba kalikan enam bulan, itu berarti 1,3 juta ton. Nah di luar itu masih musim paceklis dan harga beras tinggi, Desember kemarin beras masih jadi penyumbang inflasi dan 2023 penyumbang inflasi terbesar," ujarnya.

Terlebih pasokan beras di pasaran masih terbatas yang tercermin dengan tingginya harga beras, meskipun ada bantuan beras. Belum lagi adanya operasi pasar sekitar 150-an ribu ton per bulan hingga tiga bulan mendatang sampai panen tiba. Karena itu, ia menilai opsi impor beras menjadi hal yang tidak terhindarkan mengantisipasi pasokan beras nasional.

"Jadi mulai ada panen Mei, kalau nggak betul-betul disiapin ini krusial. Akhir tahun lalu disampaikan publik, Bulog diberikan izin impor 2 juta ton,  nggak ada opsi lain menurut saya, karena liat situasi cermin pasokan terbatas kalau nggak diinjeksi maka potensi harga beras naik akan tinggi," ujarnya.

Sebelumnya, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) memastikan ketersediaan beras nasional aman meskipun musim tanam padi mundur. Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional I Gusti Ketut Astawa mengatakan, ketersediaan pasokan beras saat ini setidaknya aman hingga lebaran mendatang.

Berdasarkan data carry over stok beras tahun 2023 ke 2024 sebanyak 4 jutaan ton.

"Ditambah Januari masih ada kekuatan produksi dan Bulog juga mengimpor 2 juta, diharapkan tetap aman sebelum panen raya masuk untuk jaga ketersediaan beras Januari, Februari Maret sampai lebaran" ujar Ketut saat dihubungi Republika, Selasa (9/1/2023).

Ketut mengakui produksi beras pada Januari mengalami penurunan karena mundurnya penanaman padi. Mengacu pada jadwal normal, aktivitas tanam biasanya sudah mulai dilakukan pada Novemver-Desember, tetapi akibat perubahan cuaca dampak dari El Nino membuat sebagian besar petani mundur dalam menanam padi yakni pada Januari.

Namun demikian, Februari sudah mulai proses dan Maret diproyeksikan ada produksi.

"Memang kondisi real di beberapa wilayah ada yang belum tanam karena belum ada hujan, sehingga panen juga belum bisa dilakukan. Tetapi di wilayah pertanian yang irigasinya baik sudah ada yang menanam dan sesuai jadwal," ujarnya.

Untuk itu, dia menilai mundurnya tanam padi tidak menganggu persediaan beras karena masih ada produksi beras di beberapa titik

"Kita berharap begitu, kami juga koordinasi ke Kementan dan daerah untuk melakukan mitigasi penanaman padi karena di bebebapa wilayah memang dipredikasi sedikit agak turun, akan tetapi adanya carry over stok dan impor beras mulai masuk diharapkan menjaga ketersediana pangan beras hadapi ramadhan hingga lebaran," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement