REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar lingkungan Universitas Airlangga (Unair) Wahid Dianbudiyanto menilai, Indonesia memiliki potensi yang sangat baik dalam hal penyimpanan karbon melalui Carbon Capture Storage (CCS). Bahkan menurutnya, Indonesia berada di posisi terdepan pada era industri hijau.
"Hal ini disebabkan oleh potensi kapasitas penyimpanan karbon dioksida yang mencapai 400 hingga 600 gigaton di reservoir yang sudah terdeplesi dan akuifer salin," kata Wahid, Kamis (4/1/2023).
Namun demikian, Wahid mengingatkan penerapan CCS di Indonesia perlu pertimbangan yang matang. Menurutnya, diperlukan instrumen yang kuat, yaitu pasar target CCS, regulasi, dan stakeholder pelaksana utama. Selain itu, ia juga menyarankan agar dilakukan kajian yang mendalam dengan kelas kajian geasibility study.
Wahid pun menjelaskan proses kerja CCS sebagai teknologi yang berfungsi untuk menyerap dan menyimpan emisi karbon. Merujuk pada regulasi dari kementerian ESDM, Wahid memaparkan, teknologi CCS melibatkan serangkaian eksekusi proses yang saling terhubung.
"Yakni pemisahan dan penangkapan karbon dioksida dari sumber emisi gas buang, pengangkutan karbon dioksida yang tertangkap ke lokasi penyimpanan, dan penyimpanannya dengan aman ke tempat yang sesuai," ujarnya.
Wahid melanjutkan, proses pemisahan dan penangkapan karbon dioksida dilakukan melalui teknologi absorpsi. Sementara itu, pengangkutan menggunakan pipa atau tanker mirip dengan metode pengangkutan gas seperti LPG dan LNG.
"Penyimpanan karbon dioksida dilakukan dengan memasukkannya ke dalam lapisan batuan di bawah permukaan bumi, dimana gas tersebut dapat terperangkap tanpa lepas ke atmosfer, atau bisa juga diinjeksikan ke dalam laut pada kedalaman tertentu," kata Wahid.
Untuk memastikan keamanan dan efektivitas proses CCS, Wahid menilai diperlukan berbagai langkah pemantauan dan perawatan pada setiap tahapannya. Pada tahap penyimpanan, diperlukan teknologi pemantauan untuk mengawasi keadaan lapisan batuan penyimpanan, termasuk tekanan dan integritasnya.
Selain itu, kata Wahid, penting juga untuk melakukan pemeriksaan berkala terhadap infrastruktur CCS dan perawatan preventif untuk mencegah kebocoran yang dapat menyebabkan pelepasan karbon dioksida. Sedangkan pada tahap transportasi, Wahid menganjurkan untuk melakukan pemasangan sensor dan perangkat pemantauan pada tanker pengangkut karbon dioksida.
"Serta pemantauan kondisi secara real-time guna mengidentifikasi potensi kebocoran atau insiden selama transportasi," ucapnya.