REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan teknologi nuklir telah jamak digunakan dalam ketenagalistrikan sebagai pembangkit listrik tenaga nuklir yang berkontribusi besar dalam mengurangi emisi karbon dioksida yang dihasilkan sektor pembangkitan. Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rohadi Awaludin mengatakan, sekitar 10 persen listrik di dunia saat ini dihasilkan dari PLTN.
"Jadi, (PLTN) ini penting untuk mencapai net zero emission," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Jumat (8/12/2023).
Rohadi menuturkan PLTN akan dibangun di Indonesia dalam waktu dekat untuk mencapai netralitas karbon. Diskusi antara BRIN, PLN, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan juga Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan membahas rencana usaha penyediaan energi listrik (RUPTL).
"Dari Kementerian ESDM akan memperkenalkan PLTN pada 2032 atau 2035. Kami yakin PLTN akan digunakan di Indonesia dalam waktu dekat untuk mencapai net zero emission,” katanya.
BRIN mencatat setidaknya ada dua keuntungan dari PLTN, yaitu tidak menghasilkan karbon dioksida dan faktor kapasitas sangat tinggi bisa menyuplai energi dengan sangat stabil. Rohadi mengungkapkan bahwa BRIN sedang mengembangkan desain PLTN dan telah memiliki kolaborator.
"Kami juga mendukung badan usaha, karena kita tahu bahwa berdasarkan peraturan, PLTN komersial harus dibangun oleh badan usaha, termasuk badan usaha milik negara,” imbuh Rohadi.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Daur Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif BRIN Djarot Sulistio Wisnubroto menyampaikan energi nuklir merupakan pilihan terbaik di era modern saat ini.
“Energi listrik merupakan faktor utama dan tolok ukur kemajuan suatu bangsa. Energi nuklir merupakan pilihan yang baik untuk generasi masa depan kita dan sangat aman,” ujarnya.
Djarot yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI) tersebut mengungkapkan pihaknya telah melakukan survei publik selama bertahun-tahun mulai 2010 hingga 2016 tentang respon masyarakat terhadap nuklir.
Pada 2014 sampai dengan 2016, terdapat lebih dari 70 persen masyarakat pro nuklir. Oleh karena itu, pemerintah dan para pemangku kepentingan perlu diyakinkan oleh peluang dan potensi listrik tenaga nuklir tersebut.