Jumat 24 Nov 2023 15:25 WIB

Kadin: Jawa Timur Masih Bisa Tingkatkan Produksi Gula Dalam Negeri

Dengan 500 ribu hektare lahan tebu seharusnya RI tak harus impor gula.

Teguh Cahyono, petani tebu di Desa Prajekan Kidul, Kecamatan Prajekan, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.
Foto: Dok. PTPN Group
Teguh Cahyono, petani tebu di Desa Prajekan Kidul, Kecamatan Prajekan, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur menilai Provinsi Jatim masih bisa meningkatkan produksi gula dalam negeri karena pada 1930 produksi gula mencapai sebesar tiga juta ton dengan luas lahan sekitar 200 ribu hektare.

"Kalau bicara teori, pada 1930 produksi gula dari 200 ribu hektare lahan tebu mencapai tiga juta ton, sekarang dengan modal 500 ribu hektare lahan tebu keluarnya mencapai 2,4 juta ton. Mestinya dengan lahan seluas itu kita sudah bisa surplus dalam memenuhi kebutuhan gula nasional, tidak harus impor," kata Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto dalam keterangannya di Surabaya, Jumat (24/11/2023).

Baca Juga

Adik menjelaskan, saat ini konsumsi gula nasional mencapai 2,8 juta ton per tahun sehingga dari produksi gula tersebut ada defisit sebesar 450 ribu ton.

Menurut dia, langkah ekstensifikasi yang dilakukan pemerintah dengan menambah lahan tebu sebenarnya bukan solusi yang tepat, karena peningkatan produksi gula nasional sebenarnya bisa dicapai dengan intensifikasi dan insentif, bukan ekstensifikasi.

"Bagaimana caranya yang 500 ribu hektare ini produktivitas dinaikkan? Ini yang harusnya menjadi fokus pemerintah. Persoalan ini hampir terjadi di seluruh komoditas pangan lain, tidak hanya pada komoditas tebu. Kalau kemudian pemerintah justru berupaya keras menambah lahan agar produksi naik, bagi kami, ini adalah kebijakan putus asa," ujarnya.

Dengan situasi seperti ini, dia melanjutkan, yang diperlukan adalah riset mendalam terkait dengan intensifikasi, mulai dari pengolahan lahan hingga efisiensi pupuk dan penggunaan teknologi pertanian yang baik.

"Insentif untuk komoditas tebu juga harus diberikan, misalnya, subsidi pupuk. Dulu pupuk ZA untuk tebu itu subsidi, tetapi sekarang tidak subsidi, dan kalau bicara intensifikasi, maka harus teknologi yang dibicarakan. Mulai dari penggunaan teknologi untuk mengetahui kondisi lahan lahan, bagaimana teknologi pengolahan, sampai teknologi pemupukan," katanya.

Adik mencontohkan, layanan yang diberikan oleh PT Saraswanti, salah satu industri pupuk dalam negeri, untuk pengobatan hama sudah menggunakan drone sehingga pemakaian bahan kimia dan pemakaian air lebih efisien serta lebih tepat sasaran.

Selain itu, kata dia, jenis pupuk yang diproduksi juga custom, disesuaikan dengan kondisi tanah konsumen yang membeli. "Tren sekarang, pupuk itu custom. Misal saya memiliki lahan apel di Kota Batu, pupuk apa yang dibutuhkan, maka Saraswanti akan menugaskan tim untuk melihat tanahnya bagaimana. Sehingga pupuk yang dipakai akan sama dengan yang dibutuhkan oleh tanahnya. Ini lebih efisien," ujarnya.

"Ini teknologi semua. Dengan teknologi, pasti akan mengefisienkan biaya produksi. Ini yang selama ini ditunggu-tunggu petani, bagaimana biaya produksi bisa ditekan, tetapi produksi meningkat," kata dia menambahkan.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement